Senin, 24 Desember 2012

PPh Final


 PERATURAN MENTERI KEUANGAN
NOMOR 07/PMK.011/2012 TANGGAL 13 JANUARI 2012
TENTANG
PERUBAHAN ATAS PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 85/PMK.03/2011 TENTANG TATA CARA PEMOTONGAN, PENYETORAN, DAN PELAPORAN PAJAK PENGHASILAN ATAS BUNGA OBLIGASI

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang       :
a.         bahwa dalam rangka lebih memberikan rasa keadilan, serta kemudahan administrasi bagi para pelaku transaksi obligasi di Indonesia, perlu melakukan penyesuaian terhadap ketentuan mengenai tata cara pemotongan, penyetoran, dan pelaporan Pajak Penghasilan atas bunga dan/atau diskonto obligasi sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 85/PMK.03/2011 tentang Tata Cara Pemotongan, Penyetoran, dan Pelaporan Pajak Penghasilan atas Bunga Obligasi;
b.         bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada huruf a, dan untuk melaksanakan ketentuan Pasal 5 PERATURAN PEMERINTAH nomor 16 TAHUN 2009 tentang Pajak Penghasilan atas Penghasilan Berupa Bunga Obligasi, perlu menetapkan Peraturan Menteri Keuangan tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 85/PMK.03/2011 tentang Tata Cara Pemotongan, Penyetoran, dan Pelaporan Pajak Penghasilan atas Bunga Obligasi;

Mengingat         :
1.         Keputusan Presiden Nomor56/P TAHUN 2010;
2.         Peraturan Menteri Keuangan Nomor 85/PMK.03/2011 tentang Tata Cara Pemotongan, Penyetoran, dan Pelaporan Pajak Penghasilan atas Bunga Obligasi;

MEMUTUSKAN:
Menetapkan      :
PERATURAN MENTERI KEUANGAN TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 85/PMK.03/2011 TENTANG TATA CARA PEMOTONGAN, PENYETORAN, DAN PELAPORAN PAJAK PENGHASILAN ATAS BUNGA OBLIGASI.

Pasal I
Beberapa ketentuan dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 85/PMK.03/2011 tentang Tata Cara Pemotongan, Penyetoran, dan Pelaporan Pajak Penghasilan atas Bunga Obligasi diubah sebagai berikut:
1.         Diantara Pasal 3 dan Pasal 4 disisipkan 1 (satu) pasal, yakni Pasal 3A sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 3A
Dalam hal terdapat diskonto negatif atau rugi pada saat penjualan Obligasi, diskonto negatif atau rugi tersebut dapat diperhitungkan dengan penghasilan bunga berjalan.
2.         Ketentuan Pasal 5 ayat (2), ayat (3) dan ayat (5) diubah, sehingga Pasal 5 berbunyi sebagai berikut:
Pasal 5
(1)        Penjual Obligasi wajib memberitahukan kepada pemotong pajak mengenai harga perolehan dan tanggal perolehan Obligasi yang sebenarnya, untuk keperluan penghitungan bunga dan/atau diskonto yang menjadi dasar pemotongan Pajak Penghasilan.
(2)        Dalam hal Obligasi yang dijual tidak dapat ditentukan harga perolehan dan tanggal perolehan yang sebenarnya sebagaimana dimaksud pada ayat (1), harga perolehan dan tanggal perolehan yang wajib diberitahukan oleh penjual Obligasi kepada pemotong pajak ditentukan dengan cara mendahulukan harga perolehan dan tanggal perolehan Obligasi sejenis yang diperoleh pertama (metode First In First Out).
(3)        Pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dilakukan dengan menyerahkan formulir Bukti Pemotongan Pajak Penghasilan Final Pasal 4 ayat (2) dari pembelian Obligasi tersebut sebelumnya.
(4)        Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) juga berlaku bagi penjual Obligasi yang tidak diberlakukan pemotongan Pajak Penghasilan.
(5)        Dalam hal penjual Obligasi tidak memberitahukan harga perolehan dan tanggal perolehan Obligasi sesuai ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) atau ayat (2), atas penghasilan bunga dan/atau diskonto yang tidak atau kurang diberitahukan, dikenai Pajak Penghasilan sesuai dengan ketentuan sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 85/PMK.03/2011 tentang Tata Cara Pemotongan, Penyetoran, dan Pelaporan Pajak Penghasilan atas Bunga Obligasi beserta perubahannya dalam tahun diketahuinya ketidakbenaran dimaksud dan dikenai sanksi administrasi berupa bunga.
3.         Di antara Pasal 10 dan Pasal 11 disisipkan 1 (satu) pasal, yakni Pasal 10A sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 10A
Terhadap pemotongan Pajak Penghasilan yang bersifat final atas Bunga Obligasi sejak tanggal 23 Mei 2011 sampai dengan sebelum berlakunya Peraturan Menteri ini, berlaku ketentuan sebagai berikut:
1.         Dalam hal tanggal perolehan dan harga perolehan Obligasi dapat diketahui, penghitungan bunga dan/atau diskonto Obligasi pada saat penjualan ditentukan sesuai dengan tanggal perolehan dan harga perolehan yang sebenarnya, atau dengan cara mendahulukan harga perolehan dan tanggal perolehan Obligasi sejenis yang diperoleh pertama (metode First In First Out);
2.         Dalam hal tanggal perolehan dan harga perolehan Obligasi tidak dapat diketahui, penghitungan bunga dan/atau diskonto Obligasi pada saat penjualan ditentukan dengan cara mendahulukan harga perolehan dan tanggal perolehan Obligasi sejenis yang diperoleh pertama (metode First In First Out);
3.         Perolehan diskonto negatif atau rugi dalam penjualan Obligasi dapat diperhitungkan dengan penghasilan bunga berjalan.
4.         Mengubah Lampiran Peraturan Menteri Keuangan Nomor 85/PMK.03/2011 tentang Tata Cara Pemotongan, Penyetoran, dan Pelaporan Pajak Penghasilan atas Bunga Obligasi sehingga menjadi sebagaimana tercantum dalam Lampiran, yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.

Pasal II
Peraturan Menteri ini mulai berlaku setelah 20 (dua puluh) hari terhitung sejak tanggal diundangkannya Peraturan Menteri ini.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Menteri ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.

Ditetapkan di    :           Jakarta
pada tanggal     :           13 Januari 2012

MENTERI KEUANGAN,
            ttd
AGUS D.W. MARTOWARDOJO

Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 13 Januari 2012

MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA,
            ttd
AMIR SYAMSUDDIN

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2012 NOMOR 67


                                                            LAMPIRAN
                                                            PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 07/PMK.011/2012 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 85/PMK.03/2011 TENTANG TATA CARA PEMOTONGAN, PENYETORAN, DAN PELAPORAN PAJAK PENGHASILAN ATAS BUNGA OBLIGASI

MENTERI KEUANGAN
REPUBLIK INDONESIA

CONTOH PENGHITUNGAN MENGENAI TATA CARA PEMOTONGAN PAJAK
PENGHASILAN ATAS BUNGA OBLIGASI

1.         Pada tanggal 1 Juli 2011, PT ABC (emiten) menerbitkan Obligasi dengan kupon (interest bearing bond) sebagai berikut:
            -           Nilai nominal Rp 10.000.000,00 per lembar.
            -           Jangka waktu Obligasi 5 tahun (jatuh tempo tanggal 1 Juli 2016).
            -           Bunga tetap (fixed rate) sebesar 16% per tahun, jatuh tempo bunga setiap tanggal 30 Juni dan 31 Desember.
            -           Penerbitan perdana tercatat di Bursa Efek Indonesia (BEI).
            PT XYZ (investor) pada saat penerbitan perdana membeli 10 lembar Obligasi dengan harga di bawah nilai nominal (at discount), yaitu sebesar Rp 9.000.000,00 per lembar.
            Penghitungan bunga dan Pajak Penghasilan yang bersifat final (PPh final) yang terutang oleh PT XYZ pada saat jatuh tempo bunga pada tanggal 31 Desember 2011 adalah sebagai berikut :
            -           bunga               =          (6/12 x 16% x Rp 10.000.000,00) x 10
                                                =          Rp8.000.000,00
            -           PPh final           =          15% x Rp 8.000.000,00 = Rp 1.200.000,00
            Dipotong oleh emiten atau kustodian yang ditunjuk sebagai agen pembayaran.
            Keterangan:
Dalam kenyataannya, harga perolehan Obligasi dengan kupon (interest bearing bond) pada saat penerbitan perdana tidak harus selalu sama dengan nilai nominalnya. Pembeli dapat memperoleh Obligasi dengan harga di bawah nilai nominal (at discount) atau di atas nilai nominal (at premium). Pada hakekatnya selisih harga beli di bawah atau di atas nilai nominal tersebut merupakan penyesuaian tingkat bunga Obligasi yang diperhitungkan ke dalam harga perolehan.
            Dalam hal investor atau pembeli Obligasi sebagaimana tersebut di atas adalah Wajib Pajak Reksadana, maka penghitungan PPh final atas bunga yang diperoleh pada saat jatuh tempo tanggal 31 Desember 2011 adalah sebagai berikut:
            -           Bunga               =          (6/12 x 16% x Rp 10.000.000,00) x 10
                                                =          Rp8.000.000,00
            -           PPh final           =          5% x Rp8.000.000,00
                                                =          Rp400.000,00
2.         Pada tanggal 31 Maret 2012, PT XYZ menjual seluruh Obligasi yang dimilikinya kepada PT PQR melalui perusahaan efek PT MNO di over the counter (OTC), dengan harga jual Rp 10.400.000,00 per lembar termasuk bunga berjalan.
            Penghitungan bunga berjalan, diskonto, dan PPh final yang terutang oleh PT XYZ pada saat penjualan Obligasi tanggal 31 Maret 2012 adalah sebagai berikut :
            -           bunga berjalan  =          (3/12 x 16% x Rp 10.000.000,00) x 10
                                                =          Rp4.000.000,00
            -           diskonto           =          [(Rp 10.400.000,00 - Rp 400.000,00) - Rp 9.000.000,00] x 10
                                                =          Rp 10.000.000,00
            Mengingat Wajib Pajak PT XYZ dikenakan PPh final dengan tarif yang sama, bunga berjalan dan diskonto dapat dihitung sekaligus yaitu:
            -           bunga berjalan dan diskonto      =          (Rp 10.400.000,00 - Rp 9.000.000,00) x 10
                                                                        =          Rp 14.000.000,00
            -           PPh final                                   =          15% x Rp 14.000.000,00
                                                                        =          Rp2.100.000,00
            Dipotong oleh PT MNO selaku perantara.
3.         PT PQR memiliki Obligasi yang dibeli dari PT XYZ dengan masa kepemilikan hingga tanggal 31 Desember 2014. Untuk itu, pada setiap tanggal jatuh tempo bunga selama masa kepemilikan Obligasi tersebut, PT PQR terutang PPh final sebesar 15% atas bunga yang diterima atau diperolehnya (lihat contoh nomor 1), yang dipotong oleh emiten atau kustodian yang ditunjuk sebagai agen pembayaran.
4.         Pada tanggal 31 Desember 2014, PT PQR setelah menerima bunga dari emiten menjual seluruh Obligasi yang dimilikinya kepada PT CDE melalui Bank Pundi Nasional selaku perantara dengan harga jual Rp10.500.000,00 per lembar.
            Penghitungan bunga, diskonto, dan PPh final yang terutang oleh PT PQR pada saat jatuh tempo bunga atau saat penjualan Obligasi tanggal 31 Desember 2014 adalah sebagai berikut:
            -           bunga                           =          (6/12 x 16% x Rp 10.000.000,00) x 10
                                                            =          Rp8.000.000,00
            -           PPh final atas bunga     =          15% x Rp8.000.000,00
                                                            =          Rp 1.200.000,00
            Dipotong oleh emiten atau kustodian yang ditunjuk sebagai agen pembayaran.
            -           diskonto                       =          (Rp 10.500.000,00 - Rp 10.000.000,00) x 10
                                                            =          Rp5.000.000,00
            -           PPh final atas diskonto =          15% x Rp 5.000.000,00 = Rp750.000,00
            Dipotong oleh Bank Pundi Nasional selaku perantara.
            Keterangan:
Pengertian diskonto dalam Peraturan Menteri ini tidak hanya terbatas pada realisasi selisih harga perolehan perdana di bawah (at discount) nilai nominal Obligasi, melainkan mencakup selisih lebih harga jual di atas harga perolehan Obligasi.
5.         Pada tanggal 31 Mei 2016, PT CDE menjual seluruh Obligasi yang dimilikinya kepada Dana Pensiun Sejahtera Mandiri (dana pensiun yang telah mendapat persetujuan Menteri Keuangan) langsung tanpa melalui perantara dengan harga jual Rp 10.666.667,00 per lembar termasuk bunga.
            Penghitungan bunga berjalan, diskonto, dan PPh yang terutang oleh PT CDE pada saat penjualan Obligasi tanggal 31 Mei 2016 adalah sebagai berikut:
            -           bunga berjalan  =          (5/12 x 16% Rp 10.000.000,00) x 10
                                                =          Rp6.666.670,00
            -           diskonto           =          [(Rp 10.666.667,00 - Rp 666.667,00) - Rp 10.500.000,00] x 10
                                                =          (Rp5.000.000,00)
                                                            diskonto negatif atau rugi.
            Perolehan diskonto negatif atau rugi dapat diperhitungkan dengan penghasilan bunga berjalan. PPh terutang yang bersifat final karena penjualan Obligasi, sebagai berikut:
            -           PPh final           =          15% x (Rp 6.666.670,00 - Rp 5.000.000,00)
                                                =          Rp250.001,00
            Keterangan:
  Meskipun penjualan Obligasi tidak dilakukan melalui perantara dan tidak dilaporkan ke bursa, dana pensiun sebagai pembeli wajib melakukan pemotongan pajak. Ketentuan yang sama juga berlaku dalam hal pembelian langsung dilakukan oleh perusahaan efek, bank, dan reksa dana selaku investor.
6.         Pada tanggal 1 Juli 2016 (jatuh tempo Obligasi), Dana Pensiun Sejahtera Mandiri menerima pelunasan seluruh Obligasi yang dimilikinya beserta imbalan bunga sesuai masa kepemilikan (1 bulan) dari PT ABC, yang merupakan emiten Obligasi tersebut. Penghitungan bunga, diskonto, dan PPh final yang terutang oleh Dana Pensiun Sejahtera Mandiri pada saat jatuh tempo/pelunasan Obligasi tanggal 1 Juli 2016 adalah sebagai berikut:
            -           bunga               =          (1/12 x 16% x Rp 10.000.000,00) x 10
                                                =          Rp 1.333.330,00
            -           diskonto           =          (Rp 10.000.000 - Rp 10.000.000,00) x 10
                                                =          nihil.
            -           PPh final tidak terutang oleh dana pensiun yang memenuhi syarat sesuai dengan ketentuan Pasal 2 Peraturan Menteri ini.
7.         Pada tanggal 1 Januari 2011, PT ABC menerbitkan Obligasi tanpa bunga (non-interest bearing debt securitiest) berjangka waktu 10 tahun (jatuh tempo tanggal 1 Januari 2021) dengan nilai nominal sebesar Rp 10.000.000,00. Penerbitan perdana Obligasi tersebut tercatat di Bursa Efek Indonesia (BEI).
            PT GHI membeli 100 lembar Obligasi tanpa bunga tersebut dengan harga perdana sebesar Rp 6.000.000,00 per lembar.
            Pada tanggal 31 Agustus 2014, PT GHI menjual 50 lembar Obligasi tersebut di Bursa Efek Indonesia (BEI) melalui perusahaan efek PT MNO kepada PT JKL seharga Rp 7.000.000,00 per lembar.
            Penghitungan diskonto dan PPh Final yang terutang oleh PT GHI adalah sebagai berikut :
            -           diskonto           =          (Rp7.000.000,00 - Rp6.000.000,00) x 50
                                                =          Rp50.000.000,00
                        PPh final           =          15% x Rp50.000.000,00
                                                =          Rp7.500.000,00
            Dipotong oleh PT MNO selaku perantara.
            Keterangan:
Diskonto Obligasi tanpa bunga dikenakan pemotongan PPh final pada setiap kali dilakukan penjualan, sepanjang:
            -           penjualan dilakukan melalui perantara atau pembeli langsung yang ditunjuk sebagai pemotong pajak; dan
            -           penjual Obligasi tidak dikecualikan dari pemotongan Pajak Penghasilan.
            Pada saat jatuh tempo/pelunasan Obligasi dimaksud, atas diskonto terakhir dikenakan PPh final.
--------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

Salinan sesuai dengan aslinya                                                                MENTERI KEUANGAN,
KEPALA BIRO UMUM
u.b.                                                                                                                  ttd
KEPALA BAGIAN T.U. KEMENTERIAN                                                   AGUS D.W. MARTOWARDOJO
            ttd
GIARTO
NIP 195904201984021001
MENTERI KEUANGAN
ttd.
AGUS D.W. MARTOWARDOJO




PERATURAN PEMERINTAH
NOMOR 16 TAHUN 2009 TANGGAL 9 PEBRUARI 2009
TENTANG
PAJAK PENGHASILAN ATAS PENGHASILAN BERUPA BUNGA OBLIGASI




DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang       :
a.         bahwa dengan dilakukan perubahan terhadap Undang-Undang nomor 7 TAHUN 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan UNDANG-UNDANG nomor 36 TAHUN 2008 tentang Perubahan Keempat atas Undang-Undang nomor 7 TAHUN 1983 tentang Pajak Penghasilan, perlu dilakukan penyesuaian terhadap ketentuan Pajak Penghasilan atas penghasilan berupa bunga obligasi;
b.         bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan untuk melaksanakan ketentuan Pasal 4 ayat (2) huruf a dan Pasal 17 ayat (7) UNDANG-UNDANG nomor 36 TAHUN 2008 tentang Perubahan Keempat atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan, perlu menetapkan Peraturan Pemerintah tentang Pajak Penghasilan atas Penghasilan Berupa Bunga Obligasi;

Mengingat         :
1.         Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
2.         Undang-Undang nomor 7 TAHUN 1983 tentang Pajak Penghasilan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 50, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3263) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Perubahan Keempat atas Undang-Undang nomor 7 TAHUN 1983 tentang Pajak Penghasilan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 133, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4893);

MEMUTUSKAN:
Menetapkan      :
PERATURAN PEMERINTAH TENTANG PAJAK PENGHASILAN ATAS PENGHASILAN BERUPA BUNGA OBLIGASI.

Pasal 1
Dalam Peraturan Pemerintah ini, yang dimaksud dengan:
1.         Obligasi adalah surat utang dan surat utang negara, yang berjangka waktu lebih dari 12 (dua belas) bulan.
2.         Bunga Obligasi adalah imbalan yang diterima dan/atau diperoleh pemegang Obligasi dalam bentuk bunga dan/atau diskonto.

Pasal 2
(1)        Atas penghasilan yang diterima dan/atau diperoleh Wajib Pajak berupa Bunga Obligasi dikenai pemotongan Pajak Penghasilan yang bersifat final.
(2)        Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku apabila penerima penghasilan berupa Bunga Obligasi adalah:
            a.         Wajib Pajak dana pensiun yang pendirian atau pembentukannya telah disahkan oleh Menteri Keuangan dan memenuhi persyaratan sebagaimana diatur dalam Pasal 4 ayat (3) huruf h Undang-Undang nomor 7 TAHUN 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan UNDANG-UNDANG nomor 36 TAHUN 2008 tentang Perubahan Keempat atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan; dan
            b.         Wajib Pajak bank yang didirikan di Indonesia atau cabang bank luar negeri di Indonesia.

Pasal 3
Besarnya Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) adalah:
a.         bunga dari Obligasi dengan kupon sebesar:
            1)         15% (lima belas persen) bagi Wajib Pajak dalam negeri dan bentuk usaha tetap; dan
            2)         20% (dua puluh persen) atau sesuai dengan tarif berdasarkan persetujuan penghindaran pajak berganda bagi Wajib Pajak luar negeri selain bentuk usaha tetap,
            dari jumlah bruto bunga sesuai dengan masa kepemilikan Obligasi.
b.         diskonto dari Obligasi dengan kupon sebesar:
            1)         15% (lima belas persen) bagi Wajib Pajak dalam negeri dan bentuk usaha tetap; dan
            2)         20% (dua puluh persen) atau sesuai dengan tarif berdasarkan persetujuan penghindaran pajak berganda bagi Wajib Pajak luar negeri selain bentuk usaha tetap,
            dari selisih lebih harga jual atau nilai nominal di atas harga perolehan Obligasi, tidak termasuk bunga berjalan;
c.         diskonto dari Obligasi tanpa bunga sebesar:
            1)         15% (lima belas persen) bagi Wajib Pajak dalam negeri dan bentuk usaha tetap; dan
            2)         20% (dua puluh persen) atau sesuai dengan tarif berdasarkan persetujuan penghindaran pajak berganda bagi Wajib Pajak luar negeri selain bentuk usaha tetap,
            dari selisih lebih harga jual atau nilai nominal di atas harga perolehan Obligasi; dan
d.         bunga dan/atau diskonto dari Obligasi yang diterima dan/atau diperoleh Wajib Pajak reksadana yang terdaftar pada Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan sebesar:
            1)         0% (nol persen) untuk tahun 2009 sampai dengan tahun 2010;
            2)         5% (lima persen) untuk tahun 2011 sampai dengan tahun 2013; dan
            3)         15% (lima belas persen) untuk tahun 2014 dan seterusnya.

Pasal 4
Pemotongan Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 dilakukan oleh:
a.         penerbit Obligasi atau kustodian selaku agen pembayaran yang ditunjuk, atas bunga dan/atau diskonto yang diterima pemegang Obligasi dengan kupon pada saat jatuh tempo Bunga Obligasi, dan diskonto yang diterima pemegang Obligasi tanpa bunga pada saat jatuh tempo Obligasi; dan/atau
b.         perusahaan efek, dealer, atau bank, selaku pedagang perantara dan/atau pembeli, atas bunga dan diskonto yang diterima penjual Obligasi pada saat transaksi.

Pasal 5
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pemotongan, penyetoran, dan pelaporan Pajak Penghasilan atas Bunga Obligasi diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan.

Pasal 6
Pada saat Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku, Peraturan Pemerintah nomor 6 TAHUN 2002 tentang Pajak Penghasilan atas Bunga dan Diskonto Obligasi yang Diperdagangkan dan/atau Dilaporkan Perdagangannya di Bursa Efek (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 11, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4175), dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.

Pasal 7
Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada tanggal 1 Januari 2009.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Pemerintah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.

Ditetapkan di    :           Jakarta
pada tanggal     :           9 Februari 2009

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
            ttd
DR. H. SUSILO BAMBANG YUDHOYONO

Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 9 Februari 2009

MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
REPUBLIK INDONESIA,
            ttd
ANDI MATTALATTA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2009 NOMOR 33


PENJELASAN
ATAS
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 16 TAHUN 2009

TENTANG
PAJAK PENGHASILAN ATAS PENGHASILAN BERUPA BUNGA OBLIGASI

I.          UMUM
            Dengan diundangkannya UNDANG-UNDANG nomor 36 TAHUN 2008 tentang Perubahan Keempat atas Undang-Undang nomor 7 TAHUN 1983 tentang Pajak Penghasilan terdapat perubahan materi sehingga perlu dilakukan penyesuaian terhadap ketentuan mengenai Pajak Penghasilan atas penghasilan berupa Bunga Obligasi yang sebelumnya diatur dengan Peraturan Pemerintah nomor 6 TAHUN 2002 tentang Pajak Penghasilan atas Bunga dan Diskonto Obligasi yang Diperdagangkan dan/atau Dilaporkan Perdagangannya di Bursa Efek.
            Berdasarkan ketentuan Pasal 4 ayat (2) huruf a UNDANG-UNDANG nomor 36 TAHUN 2008 tentang Perubahan Keempat atas Undang-Undang nomor 7 TAHUN 1983 tentang Pajak Penghasilan, terhadap penghasilan berupa Bunga Obligasi dapat dikenai Pajak Penghasilan yang bersifat final yang diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Pemerintah.
            Ketentuan Pasal 17 ayat (7) UNDANG-UNDANG nomor 36 TAHUN 2008 tentang Perubahan Keempat atas Undang-Undang nomor 7 TAHUN 1983 tentang Pajak Penghasilan menyatakan bahwa dengan Peraturan Pemerintah dapat ditetapkan tarif pajak tersendiri atas penghasilan berupa Bunga Obligasi.
            Materi pokok yang diatur dalam Peraturan Pemerintah ini mengenai pengenaan Pajak Penghasilan yang bersifat final dan penetapan besaran tarif pajak terhadap penghasilan berupa Bunga Obligasi.
            Tujuan pengaturan ini adalah untuk memberikan kemudahan kepada Wajib Pajak, meningkatkan efektivitas dan efisiensi pengenaan pajak, serta untuk mendorong berkembangnya perdagangan Obligasi di Indonesia.

II.          PASAL DEMI PASAL
            Pasal 1
                        Cukup jelas.

            Pasal 2
                        Cukup jelas.

            Pasal 3
                        Huruf a
                                    Yang dimaksud dengan “Obligasi dengan kupon” dikenal dengan istilah interest bearing debt securities.
                                    Yang dimaksud dengan “masa kepemilikan” dikenal dengan istilah holding period.
                        Huruf b
                                    Yang dimaksud dengan “bunga berjalan” dikenal dengan istilah accrued interest.
                        Huruf c
                                    Yang dimaksud dengan “Obligasi tanpa bunga” dikenal dengan istilah non-interest bearing debt securities.
                        Huruf d
                                    Cukup jelas.

            Pasal 4
                        Cukup jelas.

            Pasal 5
                        Cukup jelas.

            Pasal 6
                        Cukup jelas.

            Pasal 7
                        Cukup jelas.

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4982






PERATURAN PEMERINTAH
NOMOR 17 TAHUN 2009 TANGGAL 9 PEBRUARI 2009
TENTANG
PAJAK PENGHASILAN ATAS PENGHASILAN DARI TRANSAKSI DERIVATIF BERUPA KONTRAK BERJANGKA YANG DIPERDAGANGKAN DI BURSA




DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang       :
bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 4 ayat (2) huruf c dan Pasal 17 ayat (7) Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Perubahan Keempat atas Undang-Undang nomor 7 TAHUN 1983 tentang Pajak Penghasilan, perlu menetapkan Peraturan Pemerintah tentang Pajak Penghasilan atas Penghasilan dari Transaksi Derivatif Berupa Kontrak Berjangka yang Diperdagangkan di Bursa;

Mengingat         :
1.         Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
2.         Undang-Undang nomor 7 TAHUN 1983 tentang Pajak Penghasilan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 50, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3263) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan UNDANG-UNDANG nomor 36 TAHUN 2008 tentang Perubahan Keempat atas Undang-Undang nomor 7 TAHUN 1983 tentang Pajak Penghasilan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 133, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4893);

MEMUTUSKAN:
Menetapkan      :
PERATURAN PEMERINTAH TENTANG PAJAK PENGHASILAN ATAS PENGHASILAN DARI TRANSAKSI DERIVATIF BERUPA KONTRAK BERJANGKA YANG DIPERDAGANGKAN DI BURSA.

Pasal 1
Penghasilan yang diterima dan/atau diperoleh orang pribadi atau badan dari transaksi derivatif berupa kontrak berjangka yang diperdagangkan di bursa dikenai Pajak Penghasilan yang bersifat final.

Pasal 2
Besarnya Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 adalah sebesar 2,5% (dua koma lima persen) dari margin awal.

Pasal 3
(1)        Lembaga kliring dan penjamin wajib memungut Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 pada saat menerima penyetoran margin awal oleh pialang berjangka atau anggota bursa.
(2)        Lembaga kliring dan penjamin wajib menyetor seluruh pajak yang dipungut sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kepada kantor pos atau bank yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan.
(3)        Lembaga kliring dan penjamin wajib menyampaikan laporan pemungutan dan penyetoran Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) kepada Kantor Pelayanan Pajak.

Pasal 4
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pemungutan, penyetoran, dan pelaporan Pajak Penghasilan atas transaksi derivatif berupa kontrak berjangka yang diperdagangkan di bursa diatur dengan Peraturan Menteri Keuangan.

Pasal 5
Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada tanggal 1 Januari 2009.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Pemerintah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.

Ditetapkan di    :           Jakarta
pada tanggal     :           9 Februari 2009

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
            ttd
DR. H. SUSILO BAMBANG YUDHOYONO

Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 9 Februari 2009

MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI
MANUSIA REPUBLIK INDONESIA,
            ttd
ANDI MATTALATTA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2009 NOMOR 34


PENJELASAN
ATAS
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 17 TAHUN 2009

TENTANG
PAJAK PENGHASILAN ATAS PENGHASILAN DARI TRANSAKSI
DERIVATIF BERUPA KONTRAK BERJANGKA YANG DIPERDAGANGKAN DI BURSA

I.          UMUM
            Berdasarkan ketentuan Pasal 4 ayat (2) huruf c UNDANG-UNDANG nomor 36 TAHUN 2008 tentang Perubahan Keempat atas Undang-Undang nomor 7 TAHUN 1983 tentang Pajak Penghasilan, terhadap transaksi derivatif berupa kontrak berjangka yang diperdagangkan di bursa dapat dikenai Pajak Penghasilan yang bersifat final yang diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Pemerintah.
            Ketentuan Pasal 17 ayat (7) UNDANG-UNDANG nomor 36 TAHUN 2008 tentang Perubahan Keempat atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan menyatakan bahwa dengan Peraturan Pemerintah dapat ditetapkan tarif pajak tersendiri atas penghasilan dari transaksi derivatif berupa kontrak berjangka yang diperdagangkan di bursa.
            Pengaturan Pajak Penghasilan atas penghasilan dari transaksi derivatif berupa kontrak berjangka yang diperdagangkan di bursa ini bertujuan untuk mendorong perkembangan bursa yang memperdagangkan instrumen derivatif dan untuk meningkatkan kepatuhan Wajib Pajak.
            Materi pokok yang diatur dalam Peraturan Pemerintah ini mengenai pengenaan Pajak Penghasilan yang bersifat final dan penetapan besaran tarif pajak terhadap penghasilan dari transaksi derivatif berupa kontrak berjangka yang diperdagangkan di bursa.

II.          PASAL DEMI PASAL

            Pasal 1
Yang dimaksud dengan "transaksi derivatif adalah transaksi yang didasari pada kontrak atau perjanjian pembayaran yang nilainya merupakan turunan dari nilai instrumen yang mendasari seperti suku bunga, nilai tukar, komoditi, ekuiti, dan indeks, baik yang diikuti dengan pergerakan maupun tanpa pergerakan dana atau instrumen.
Yang dimaksud dengan "kontrak berjangka" adalah suatu perjanjian termasuk kontrak standar untuk membeli atau menjual sejumlah efek atau komoditi yang jumlah, mutu, jenis, tempat, dan waktu penyerahan di kemudian hari telah ditetapkan.
Yang dimaksud dengan "bursa" adalah bursa efek dan bursa berjangka di Indonesia yang menyelenggarakan transaksi kontrak berjangka.

            Pasal 2
Yang dimaksud dengan "margin awal" adalah sejumlah uang atau surat berharga yang harus ditempatkan oleh pialang berjangka atau anggota bursa pada lembaga kliring dan penjamin untuk menjamin pelaksanaan transaksi kontrak berjangka.
Yang dimaksud dengan "lembaga kliring dan penjamin" adalah badan usaha yang menyelenggarakan dan menyediakan sistem dan/atau sarana untuk pelaksanaan kliring dan penjaminan transaksi di bursa, termasuk lembaga kliring dan penjamin berjangka.

            Pasal 3
                        Cukup jelas.

            Pasal 4
                        Cukup jelas.

            Pasal 5
                        Cukup jelas.

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4983






PERATURAN PEMERINTAH
NOMOR 19 TAHUN 2009 TANGGAL 9 PEBRUARI 2009
TENTANG
PAJAK PENGHASILAN ATAS DIVIDEN YANG DITERIMA ATAU DIPEROLEH WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI DALAM NEGERI




DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang       :
bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 17 ayat (2d) UNDANG-UNDANG nomor 36 TAHUN 2008 tentang Perubahan Keempat atas Undang-Undang nomor 7 TAHUN 1983 tentang Pajak Penghasilan, perlu menetapkan Peraturan Pemerintah tentang Pajak Penghasilan atas Dividen yang Diterima atau Diperoleh Wajib Pajak Orang Pribadi Dalam Negeri;

Mengingat         :
1.         Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
2.         Undang-Undang nomor 7 TAHUN 1983 tentang Pajak Penghasilan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 50, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3263) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan UNDANG-UNDANG nomor 36 TAHUN 2008 tentang Perubahan Keempat atas Undang-Undang nomor 7 TAHUN 1983 tentang Pajak Penghasilan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 133, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4893);

MEMUTUSKAN:
Menetapkan      :
PERATURAN PEMERINTAH TENTANG PAJAK PENGHASILAN ATAS DIVIDEN YANG DITERIMA ATAU DIPEROLEH WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI DALAM NEGERI.

Pasal 1
Penghasilan berupa dividen yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri dikenai Pajak Penghasilan sebesar 10% (sepuluh persen) dan bersifat final.

Pasal 2
Pengenaan Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 dilakukan melalui pemotongan oleh pihak yang membayar atau pihak lain yang ditunjuk selaku pembayar dividen.

Pasal 3
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pelaksanaan pemotongan, penyetoran, dan pelaporan Pajak Penghasilan atas dividen yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan.

Pasal 4
Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada tanggal 1 Januari 2009.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Pemerintah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.

Ditetapkan di    :           Jakarta
pada tanggal     :           9 Februari 2009

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
            ttd
DR. H. SUSILO BAMBANG YUDHOYONO

Diundangkan di Jakarta
Pada tanggal 9 Februari 2009

MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
REPUBLIK INDONESIA,
            ttd
ANDI MATTALATTA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2009 NOMOR 36


PENJELASAN
ATAS
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 19 TAHUN 2009

TENTANG
PAJAK PENGHASILAN ATAS DIVIDEN YANG DITERIMA ATAU DIPEROLEH
WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI DALAM NEGERI

I.          UMUM
            Besarnya tarif yang dikenakan atas penghasilan berupa dividen yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri berdasarkan ketentuan Pasal 17 ayat (2c) UNDANG-UNDANG nomor 36 TAHUN 2008 tentang Perubahan Keempat atas Undang-Undang nomor 7 TAHUN 1983 tentang Pajak Penghasilan paling tinggi sebesar 10% (sepuluh persen). Penetapan mengenai besarnya tarif tersebut berdasarkan ketentuan Pasal 17 ayat (2d) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
            Pengaturan Pajak Penghasilan atas dividen yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri secara khusus ini bertujuan untuk memberikan kepastian hukum, kemudahan administrasi kepada Wajib Pajak dan Pemerintah, dan mendorong pertumbuhan serta menggairahkan investasi dalam negeri antara lain dalam bentuk penyertaan modal langsung pada perseroan terbatas.
            Materi pokok yang diatur dalam Peraturan Pemerintah ini mengenai penetapan besaran tarif pajak terhadap penghasilan berupa dividen yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri.

II.          PASAL DEMI PASAL

            Pasal 1
                        Cukup jelas.

            Pasal 2
                        Cukup jelas.

            Pasal 3
                        Cukup jelas.

            Pasal 4
                        Cukup jelas.

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4985






PERATURAN PEMERINTAH
NOMOR 27 TAHUN 2008 TANGGAL 4 APRIL 2008
TENTANG
PAJAK PENGHASILAN ATAS DISKONTO SURAT PERBENDAHARAAN NEGARA



DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang       :
a.         bahwa dalam rangka lebih mendorong pertumbuhan pasar Surat Perbendaharaan Negara, perlu mengatur kembali ketentuan pengenaan pajak atas transaksi Surat Perbendaharaan Negara sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah nomor 11 TAHUN 2006 tentang Pajak Penghasilan atas Diskonto Surat Perbendaharaan Negara;
b.         bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan dalam rangka melaksanakan ketentuan Pasal 4 ayat (2) Undang-Undang nomor 7 TAHUN 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang nomor 17 TAHUN 2000 tentang Perubahan Ketiga Atas Undang-Undang nomor 7 TAHUN 1983 tentang Pajak Penghasilan, perlu menetapkan Peraturan Pemerintah tentang Pajak Penghasilan atas Diskonto Surat Perbendaharaan Negara;

Mengingat         :
1.         Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
2.         Undang-Undang nomor 7 TAHUN 1983 tentang Pajak Penghasilan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 50, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3263) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2000 tentang Perubahan Ketiga Atas Undang-Undang nomor 7 TAHUN 1983 tentang Pajak Penghasilan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 127, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3985);

MEMUTUSKAN:
Menetapkan      :
PERATURAN PEMERINTAH TENTANG PAJAK PENGHASILAN ATAS DISKONTO SURAT PERBENDAHARAAN NEGARA.

Pasal 1
Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan:
1.         Surat Utang Negara adalah surat berharga yang berupa surat pengakuan utang baik dalam mata uang rupiah maupun valuta asing yang dijamin pembayaran bunga dan pokoknya oleh Negara Republik Indonesia sesuai dengan masa berlakunya, yang terdiri atas Surat Perbendaharaan Negara dan Obligasi Negara.
2.         Surat Perbendaharaan Negara yang selanjutnya disebut SPN adalah Surat Utang Negara yang berjangka waktu paling lama 12 (dua belas) bulan dengan pembayaran bunga secara diskonto.
3.         Pasar Perdana adalah kegiatan penawaran dan penjualan Surat Utang Negara untuk pertama kali.
4.         Pasar Sekunder adalah kegiatan perdagangan Surat Utang Negara yang telah dijual di Pasar Perdana.
5.         Diskonto SPN adalah selisih lebih antara:
            a.         nilai nominal pada saat jatuh tempo dengan harga perolehan di Pasar Perdana atau di Pasar Sekunder; atau
            b.         harga jual di Pasar Sekunder dengan harga perolehan di Pasar Perdana atau di Pasar Sekunder,
            tidak termasuk Pajak Penghasilan yang dipotong.

Pasal 2
(1)        Atas penghasilan tertentu dari Wajib Pajak berupa Diskonto SPN dikenakan pemotongan Pajak Penghasilan yang bersifat final.
(2)        Besarnya Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah:
            a.         20% (dua puluh persen), bagi Wajib Pajak dalam negeri dan Bentuk Usaha Tetap (BUT); dan
            b.         20% (dua puluh persen) atau tarif sesuai ketentuan Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda (P3B) yang berlaku bagi Wajib Pajak penduduk/berkedudukan di luar negeri,
            dari Diskonto SPN.

Pasal 3
Pemotongan Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 dilakukan oleh:
a.         Penerbit SPN (emiten) atau kustodian yang ditunjuk selaku agen pembayar, atas Diskonto SPN yang diterima pemegang SPN saat jatuh tempo; atau
b.         Perusahaan efek (broker) atau bank selaku pedagang perantara maupun selaku pembeli, atas Diskonto SPN yang diterima di Pasar Sekunder.

Pasal 4
Pemotongan pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 tidak dilakukan atas Diskonto SPN yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak:
a.         Bank yang didirikan di Indonesia atau cabang bank luar negeri di Indonesia;
b.         Dana Pensiun yang pendirian/pembentukannya telah disahkan oleh Menteri Keuangan;
c.         Reksadana yang terdaftar pada Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan, selama 5 (lima) tahun pertama sejak pendirian perusahaan atau pemberian izin usaha.

Pasal 5
Ketentuan mengenai tata cara pemotongan Pajak Penghasilan atas Diskonto SPN diatur dengan Peraturan Menteri Keuangan.

Pasal 6
SPN yang diterbitkan sebelum berlakunya Peraturan Pemerintah ini dan pemungutan PPh sudah dilakukan berdasarkan Peraturan Pemerintah nomor 11 TAHUN 2006 tentang Pajak Penghasilan atas Diskonto Surat Perbendaharaan Negara, tidak dipungut lagi berdasarkan Peraturan Pemerintah ini.

Pasal 7
Pada saat Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku, Peraturan Pemerintah nomor 11 TAHUN 2006 tentang Pajak Penghasilan atas Diskonto Surat Perbendaharaan Negara, dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.

Pasal 8
Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Pemerintah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.

Ditetapkan di    :           Jakarta
pada tanggal     :           4 April 2008

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
            ttd
DR. H. SUSILO BAMBANG YUDHOYONO

Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 4 April 2008

MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
REPUBLIK INDONESIA,
            ttd
ANDI MATTALATTA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2008 NOMOR 52


PENJELASAN
ATAS
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 27 TAHUN 2008

TENTANG
PAJAK PENGHASILAN ATAS DISKONTO SURAT PERBENDAHARAAN NEGARA

I.          UMUM
            Perlakuan Pajak Penghasilan atas penghasilan tertentu berupa Diskonto Surat Perbendaharaan Negara sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 2006, dipandang masih belum efektif dan efisien pengenaan Pajak Penghasilannya dan kurang mendukung kebijakan fiskal Pemerintah.
            Oleh karena itu, guna meningkatkan efektivitas dan efisiensi pengenaan Pajak Penghasilan atas Diskonto SPN serta untuk memberikan kemudahan dan kejelasan bagi masyarakat dalam rangka memahami ketentuan perpajakan atas SPN, maka dipandang perlu mengatur kembali pengenaan Pajak Penghasilan atas Diskonto SPN sehingga lebih memberikan kepastian hukum, keadilan, dan kemudahan dalam pelaksanaannya sesuai dengan prinsip-prinsip yang dianut dalam Undang-Undang nomor 7 TAHUN 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang nomor 17 TAHUN 2000 tentang Perubahan Ketiga Atas Undang-Undang nomor 7 TAHUN 1983 tentang Pajak Penghasilan.
II.          PASAL DEMI PASAL
            Pasal 1
                        Cukup jelas.

            Pasal 2
                        Cukup jelas.

            Pasal 3
                        Cukup jelas.

            Pasal 4
                        Cukup jelas.

            Pasal 5
                        Cukup jelas.

            Pasal 6
                        Yang dimaksud dengan "SPN yang diterbitkan sebelum berlakunya Peraturan Pemerintah ini" adalah SPN dengan Nomor Seri SPN 2008052801.

            Pasal 7
                        Cukup jelas.

            Pasal 8
                        Cukup jelas.

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4837






PERATURAN DIRJEN PAJAK
NOMOR 30/PJ/2009 TANGGAL 27 APRIL 2009
TENTANG
TATA CARA PEMBERIAN PENGECUALIAN DARI KEWAJIBAN PEMBAYARAN ATAU PEMUNGUTAN PAJAK PENGHASILAN ATAS PENGHASILAN DARI PENGALIHAN HAK ATAS TANAH DAN/ATAU BANGUNAN

DIREKTUR JENDERAL PAJAK,

Menimbang       :
bahwa dalam rangka melaksanakan ketentuan Pasal 2B ayat (3) Keputusan Menteri Keuangan Nomor 635/KMK.04/1994 tentang Pelaksanaan Pembayaran dan Pemungutan Pajak Penghasilan atas Penghasilan dari Pengalihan Hak atas Tanah dan/atau Bangunan sebagaimana telah diubah terakhir dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 243/PMK.03/2008, perlu menetapkan Peraturan Direktur Jenderal Pajak tentang Tata Cara Pemberian Pengecualian dari Kewajiban Pembayaran atau Pemungutan Pajak Penghasilan atas Penghasilan dari Pengalihan Hak atas Tanah dan/atau Bangunan;

Mengingat         :
1.         Undang-Undang nomor 7 TAHUN 1983 tentang Pajak Penghasilan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 50, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3263) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan UNDANG-UNDANG nomor 36 TAHUN 2008 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 133, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4893);
2.         Peraturan Pemerintah nomor 48 TAHUN 1994 tentang Pembayaran Pajak Penghasilan atas Penghasilan dari Pengalihan Hak atas Tanah dan/atau Bangunan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1994 Nomor 77 Tambahan Lembaran Negara Nomor 3580) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Pemerintah nomor 71 TAHUN 2008 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 164, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4914);
3.         Keputusan Menteri Keuangan Nomor 635/KMK.04/1994 tentang Pelaksanaan Pembayaran dan Pemungutan Pajak Penghasilan atas Penghasilan dari Pengalihan Hak atas Tanah dan/atau Bangunan sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 243/PMK.03/2008.

MEMUTUSKAN:
Menetapkan      :
PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK TENTANG TATA CARA PEMBERIAN PENGECUALIAN DARI KEWAJIBAN PEMBAYARAN ATAU PEMUNGUTAN PAJAK PENGHASILAN ATAS PENGHASILAN DARI PENGALIHAN HAK ATAS TANAH DAN/ATAU BANGUNAN.

Pasal 1
(1)        Atas penghasilan yang diterima atau diperoleh orang pribadi atau badan dari pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan wajib dibayar Pajak Penghasilan.
(2)        Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib dibayar sendiri oleh orang pribadi atau badan yang menerima atau memperoleh penghasilan dari pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan, atau dipungut oleh bendaharawan atau pejabat yang melakukan pembayaran atau pejabat yang menyetujui tukar menukar dalam hal pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan dilakukan kepada Pemerintah.
(3)        Besarnya Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) adalah sebesar 5% (lima persen) dari jumlah bruto nilai pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan, kecuali atas pengalihan hak atas Rumah Sedehana dan Rumah Susun Sederhana yang dilakukan oleh Wajib Pajak yang usaha pokoknya melakukan pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan dikenai Pajak Penghasilan sebesar 1% (satu persen) dari jumlah bruto nilai pengalihan.

Pasal 2
(1)        Dikecualikan dari kewajiban pembayaran atau pemungutan Pajak Penghasilan atas penghasilan hak atas tanah dan/atau bangunan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 ayat (2) adalah:
            a.         orang pribadi yang mempunyai penghasilan di bawah Penghasilan Tidak Kena Pajak yang melakukan pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan dengan jumlah bruto pengalihan kurang dari Rp 60.000.000,00 (enam puluh juta rupiah) dan bukan merupakan jumlah yang dipecah-pecah;
            b.         orang pribadi atau badan yang menerima atau memperoleh penghasilan dari pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan kepada Pemerintah guna pelaksanaan pembangunan untuk kepentingan umum yang memerlukan persyaratan khusus;
            c.         orang pribadi yang melakukan pengalihan tanah dan/atau bangunan dengan cara hibah kepada keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajat, badan keagamaan, badan pendidikan, badan sosial termasuk yayasan, koperasi atau orang pribadi yang menjalankan usaha mikro dan kecil, yang ketentuannya diatur lebih lanjut dengan Peraturan Menteri Keuangan, sepanjang hibah tersebut tidak ada hubungannya dengan usaha, pekerjaan, kepemilikan, atau penguasaan antara pihak-pihak yang bersangkutan;
            d.         badan yang melakukan pengalihan tanah dan/atau bangunan dengan cara hibah kepada badan keagamaan, badan pendidikan, badan sosial termasuk yayasan, koperasi atau orang pribadi yang menjalankan usaha mikro dan kecil, yang ketentuannya diatur lebih lanjut dengan Peraturan Menteri Keuangan, sepanjang hibah tersebut tidak ada hubungan dengan usaha, pekerjaan, kepemilikan, atau penguasaan antara pihak-pihak yang bersangkutan; atau
            e.         pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan karena warisan.
(2)        Termasuk yang dikecualikan dari kewajiban pembayaran atau pemungutan Pajak Penghasilan atas penghasilan dari pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan yang dilakukan oleh orang pribadi atau badan yang tidak termasuk subjek pajak.

Pasal 3
(1)        Pengecualian dari kewajiban pembayaran atau pemungutan Pajak Penghasilan atas penghasilan dari pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) huruf a, huruf c, huruf d, dan huruf e, diberikan dengan penerbitan Surat Keterangan Bebas Pajak Penghasilan atas penghasilan dari pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan.
(2)        Pengecualian dari kewajiban pembayaran atau pemungutan Pajak Penghasilan atas penghasilan dari pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) huruf b dan Pasal 2 ayat (2), diberikan secara langsung tanpa penerbitan Surat Keterangan Bebas Pajak Penghasilan atas penghasilan dari pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan.

Pasal 4
(1)        Permohonan untuk memperoleh Surat Keterangan Bebas Pajak Penghasilan atas penghasilan dari pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) diajukan secara tertulis oleh orang pribadi atau badan yang melakukan pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan ke Kantor Pelayanan Pajak (KPP) tempat orang pribadi atau badan yang bersangkutan terdaftar atau bertempat tinggal dengan format sesuai dengan Lampiran I yang tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini.
(2)        Dalam hal pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan karena warisan, permohonan untuk memperoleh Surat keterangan Bebas Pajak Penghasilan atas penghasilan dari pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diajukan oleh ahli waris.
(3)        Dalam hal permohonan untuk memperoleh Surat Keterangan Bebas Pajak Penghasilan atas penghasilan dari pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diajukan oleh:
            a.         orang pribadi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) huruf a, permohonan harus dilampiri dengan:
                        1)         Surat Pernyataan Berpenghasilan di Bawah Penghasilan Tidak Kena Pajak dan Jumlah Bruto Pengalihan Hak Atas Tanah dan/atau Bangunan kurang dari Rp 60.000.000,00 (enam puluh juta rupiah) dengan format sesuai dengan Lampiran II yang tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini;
                        2)         fotokopi Kartu Keluarga; dan
                        3)         fotokopi Surat Pemberitahuan Pajak Terutang Pajak Bumi dan Bangunan tahun yang bersangkutan.
b.         orang pribadi atau badan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) huruf c dan huruf d, permohonan harus dilampiri Surat Pernyataan Hibah dengan format sesuai Lampiran III yang tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini;
c.         ahli waris sebagaimana dimaksud pada ayat (2), permohonan harus dilampiri dengan Surat Pernyataan Pembagian Waris dengan format sesuai dengan lampiran IV yang tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini.

Pasal 5
(1)        Atas permohonan Surat Keterangan Bebas Pajak Penghasilan atas penghasilan dari pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4, Kepala Kantor Pelayanan Pajak harus memberikan keputusan dalam jangka waktu paling lama 3 (tiga) hari kerja sejak tanggal surat permohonan Surat Keterangan Bebas Pajak Penghasilan atas penghasilan dari pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan diterima secara lengkap;
(2)        Apabila jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) Kepala Kantor Pelayanan Pajak tidak memberikan keputusan, permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dianggap dikabulkan dan Kepala Kantor Pelayanan Pajak harus menerbitkan Surat Keterangan Bebas Pajak Penghasilan atas penghasilan dari pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan paling lama 2 (dua) hari kerja terhitung sejak berakhirnya jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berakhir.
(3)        Dalam hal permohonan Surat Keterangan Bebas Pajak Penghasilan atas penghasilan dari pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 diterima, Kepala Kantor Pelayanan Pajak harus menerbitkan Surat Keterangan Bebas Pajak Penghasilan atas penghasilan dari pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan dengan format sesuai dengan Lampiran V yang tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini;
(4)        Dalam hal permohonan Surat Keterangan Bebas Pajak Penghasilan atas penghasilan dari pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ditolak, Kepala Kantor Pelayanan Pajak harus menyampaikan pemberitahuan penolakan kepada Wajib Pajak dengan format sesuai dengan Lampiran VI yang tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini.

Pasal 6
Dengan berlakunya Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini, maka ketentuan-ketentuan lain yang telah diterbitkan sebelumnya dinyatakan tetap berlaku, sepanjang tidak bertentangan dengan Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini.

Pasal 7
Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.

Ditetapkan di    :           Jakarta
pada tanggal     :           27 April 2009

DIREKTUR JENDERAL,
            ttd
DARMIN NASUTION


                                                                                                                                         LAMPIRAN I
                                                                        Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor 30/PJ/2009 tentang Tata Cara Pemberian Pengecualian dari Kewajiban Pembayaran atau Pemungutan Pajak Penghasilan atas Penghasilan dari Pengalihan Hak atas Tanah dan/atau Bangunan

Nomor              :
Lampiran           :
Perihal              :           Permohonan Surat Keterangan Bebas (SKB) Pajak Penghasilan atas Penghasilan dari Pengalihan Hak atas Tanah dan/atau Bangunan

Yth. Kepala Kantor Pelayanan Pajak
…………………………………………………
…………………………………………………
di……………………………………………….
            Berkenaan dengan Pasal 3 ayat (1) Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor 30/PJ/2009 tentang Tata Cara Pemberian Pengeculian dari Kewajiban Pembayaran atau Pemungutan Pajak Penghasilan atas Penghasilan dari Pengalihan Hak Atas Tanah dan/atau Bangunan, dengan ini:
Nama Wajib Pajak         :           ……………………………………………….
NPWP                          :           ……………………………………………….
Alamat                          :           ……………………………………………….
Mengajukan permohonan untuk memperoleh Surat Keterangan Bebas (SKB) Pajak Penghasilan atas Penghasilan dari Pengalihan Hak atas Tanah dan/atau Bangunan dengan data Objek Pajak sebagai berikut:
NOP                                                     :           ……………………………………………
Alamat Tanah dan/atau Bangunan           :           ……………………………………………
dengan alasan: ………………………………………………………………………………………
Untuk kelengkapan permohonan SKB, bersama ini kami lampirkan sebagai berikut:
1.         …………………………………………………
2.         …………………………………………………
3.         dst
Demikian permohonan ini kami sampaikan.

                                                                                    …………………, ……………………………20
                                                                                    Pemohon



                                                                                    (Nama Jelas)


                                                                                                                                       LAMPIRAN II
                                                                        Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor 30/PJ/2009 tentang Tata Cara Pemberian Pengecualian dari Kewajiban Pembayaran atau Pemungutan Pajak Penghasilan atas Penghasilan dari Pengalihan Hak atas Tanah dan/atau Bangunan

SURAT PERNYATAAN
BERPENGHASILAN DI BAWAH PENGHASILAN TIDAK KENA PAJAK DAN
JUMLAH BRUTO PENGALIHAN HAK ATAS TANAH DAN/ATAU BANGUNAN
KURANG DARI Rp. 60.000.000,00 (ENAM PULUH JUTA RUPIAH)

Saya yang bertanda tangan di bawah ini:
Nama                            :           ……………………………………………….
Alamat                          :           ……………………………………………….
Dengan ini menyatakan bahwa:
a.         saya mempunyai penghasilan di bawah Penghasilan Tidak Kena Pajak sesuai ketentuan yang berlaku; dan
b.         telah melakukan pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan dengan jumlah bruto pengalihan kurang dari Rp. 60.000.000,00 (enam puluh juta rupiah) dan bukan merupakan jumlah yang dipecah-pecah dengan data Objek Pajak sebagai berikut:
            NOP                                                     :           ……………………………………………
            Alamat Tanah dan/atau Bangunan           :           ……………………………………………
Demikian Surat Pernyataan ini saya buat dengan sebenar-benarnya.

                                                                        …………………., ………………………………20
                                                                        Materai Rp. 6.000,00


                                                                        (Nama Jelas)


                                                                                                                                      LAMPIRAN III
                                                                        Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor 30/PJ/2009 tentang Tata Cara Pemberian Pengecualian dari Kewajiban Pembayaran atau Pemungutan Pajak Penghasilan atas Penghasilan dari Pengalihan Hak atas Tanah dan/atau Bangunan

SURAT PERNYATAAN
HIBAH

Saya yang bertanda tangan di bawah ini:

Nama Wajib Pajak                                 :           ………………………………………..
NPWP                                                  :           ………………………………………..
Alamat                                                  :           ………………………………………..

Dengan ini menyatakan bahwa saya telah memberikan hibah berupa tanah dan/atau bangunan dengan data Objek Pajak*) sebagai berikut:

NOP                                                     :           .………………………………………
Alamat Tanah dan/atau Bangunan           :           .………………………………………
Luas Tanah                                           :           .………………………………………
Luas Bangunan                                     :           .………………………………………

Kepada
Nama Wajib Pajak                                 :           .………………………………………
NPWP                                                  :           .………………………………………
Alamat                                                  :           .………………………………………

Demikian Surat Pernyataan ini saya buat dengan sebanar-benarnya.

                                                                                    …………………….., ……………………….20
                                                                                    Materai Rp 6.000,00


                                                                                    (Nama Jelas)

*)          diisi sesuai dengan SPPT PBB


                                                                                                                                      LAMPIRAN IV
                                                                        Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor 30/PJ/2009 tentang Tata Cara Pemberian Pengecualian dari Kewajiban Pembayaran atau Pemungutan Pajak Penghasilan atas Penghasilan dari Pengalihan Hak atas Tanah dan/atau Bangunan

SURAT PERNYATAAN
PEMBAGIAN WARIS

Kami yang bertanda tangan di bawah ini adalah ahli waris dari:

Nama Wajib Pajak         :           ……………………………………………..
NPWP                          :           ……………………………………………..
Alamat                          :           ……………………………………………..

Dengan ini menyatakan bahwa kami telah menerima pembagian waris berupa tanah dan/atau bangunan dengan data Objek Pajak*) sebagai berikut:

NOP                                                     :           ……………………………….
Alamat Tanah dan/atau Bangunan           :           ……………………………….
Luas Tanah                                           :           ……………………………….
Luas Bangunan                                     :           ……………………………….

Demikian Surat Pernyataan ini saya buat dengan sebenar-benarnya.

                                                                        …………………, ………………………….20
                                                                        Materai Rp. 6.000,00


(Nama ahli waris)           (Nama ahli waris)           (Nama ahli waris)           (Nama ahli waris)


*)          diisi sesuai dengan SPPT PBB


                                                                                                                                        LAMPIRAN V
                                                                        Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor 30/PJ/2009 tentang Tata Cara Pemberian Pengecualian dari Kewajiban Pembayaran atau Pemungutan Pajak Penghasilan atas Penghasilan dari Pengalihan Hak atas Tanah dan/atau Bangunan

DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
DIREKTORAT JENDERAL PAJAK
KANTOR PELAYANAN PAJAK ……………………………
------------------------------------------------------------

                                                Lembar Ke-1 : Untuk Wajib Pajak
                                                Lembar Ke-2 : Untuk Notaris/PPAT/Bendaharawan
                                                Lembar Ke-3 : Untuk Arsip Kantor Pelayanan Pajak

KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK
NOMOR : …………………………………..

TENTANG
SURAT KETERANGAN BEBAS PAJAK PENGHASILAN ATAS PENGHASILAN
DARI PENGALIHAN HAK ATAS TANAH DAN/ATAU BANGUNAN

KEPALA KANTOR PELAYANAN PAJAK,

Berdasarkan permohonan Wajib Pajak tanggal………………………………….. Nomor :……………………
Menerangkan bahwa orang pribadi/badan tersebut di bawah ini:

Nama Wajib Pajak         :           …………………………………
NPWP                          :           …………………………………
Alamat                          :           …………………………………

Dengan data Objek Pajak sebagai berikut:

NOP                                                     :           …………………………………
Alamat Tanah dan/atau Bangunan           :           …………………………………

dibebaskan dari pembayaran Pajak Penghasilan atas penghasilan dari pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan dengan nilai sebesar Rp …………………………… (…………………………………………………….) dengan alasan sebagai berikut:
|    |       Harta Hibah memenuhi ketentuan Pasal 4 ayat (3) huruf a UU PPh.
|    |       Warisan memenuhi ketentuan Pasal 4 ayat (3) huruf b UU PPh.
|    |       Berpenghasilan di bawah Penghasilan Tidak Kena Pajak yang melakukan pengalihan dengan jumlah bruto pengalihan kurang dari Rp. 60.000.000,00 (enam puluh juta rupiah) dan bukan merupakan jumlah yang dipecah-pecah.

                                                                                    ………………………, …………………………….20
                                                                                    Kepala Kantor,


                                                                                    (………………………………………………………..)
                                                                                    NIP………………………………………………..


                                                                                                                                       LAMPIRAN VI
                                                                        Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor 30/PJ/2009 tentang Tata Cara Pemberian Pengecualian dari Kewajiban Pembayaran atau Pemungutan Pajak Penghasilan atas Penghasilan dari Pengalihan Hak atas Tanah dan/atau Bangunan

DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
DIREKTORAT JENDERAL PAJAK
KANTOR PELAYANAN PAJAK…………………………….

Nomor              :
Tanggal                        :
Perihal              :           Penolakan Permohonan Surat Keterangan Bebas Pajak Penghasilan atas Penghasilan dari Pengalihan Hak atas Tanah dan/atau Bangunan

            Berkenaan dengan permohonan Surat Keterangan Bebas Pajak Penghasilan atas penghasilan dari pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan yang Saudara ajukan tanggal…………………………………….. Nomor…………………………………. dengan ini diberitahukan bahwa permohonan Saudara tidak dapat disetujui, karena:
……………………………………………………………………………………………………………………………………………………..
……………………………………………………………………………………………………………………………………………………..
……………………………………………………………………………………………………………………………………………………..
……………………………………………………………………………………………………………………………………………………..
……………………………………………………………………………

Demikian untuk dimaklumi.

                                                                        ………………….., ……………………20
                                                                        Kepala Kantor,


                                                                        (……………………………………………)
                                                                        NIP






PERATURAN PEMERINTAH
NOMOR 40 TAHUN 2009 TANGGAL 4 JUNI 2009
TENTANG
PERUBAHAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH nomor 51 TAHUN 2008 TENTANG PAJAK PENGHASILAN ATAS PENGHASILAN DARI USAHA JASA KONSTRUKSI

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang       :
a.         bahwa dalam rangka memberikan kemudahan dalam pengenaan Pajak Penghasilan atas penghasilan dari usaha jasa konstruksi dan untuk menjaga iklim usaha sektor jasa konstruksi agar tetap kondusif, perlu melakukan penyesuaian terhadap ketentuan sebagaimana diatur dalam PERATURAN PEMERINTAH nomor 51 TAHUN 2008 tentang Pajak Penghasilan atas Penghasilan dari Usaha Jasa Konstruksi;
b.         bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, perlu menetapkan Peraturan Pemerintah tentang Perubahan atas PERATURAN PEMERINTAH nomor 51 TAHUN 2008 tentang Pajak Penghasilan atas Penghasilan dari Usaha Jasa Konstruksi;

Mengingat         :
1.         Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
2.         Undang-Undang nomor 7 TAHUN 1983 tentang Pajak Penghasilan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 50, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3263) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan UNDANG-UNDANG nomor 36 TAHUN 2008 tentang Perubahan Keempat atas Undang-Undang nomor 7 TAHUN 1983 tentang Pajak Penghasilan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 133, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4893);
3.         PERATURAN PEMERINTAH nomor 51 TAHUN 2008 tentang Pajak Penghasilan atas Penghasilan dari Usaha Jasa Konstruksi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 109, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4881);

MEMUTUSKAN:
Menetapkan      :
PERATURAN PEMERINTAH TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 51 TAHUN 2008 TENTANG PAJAK PENGHASILAN ATAS PENGHASILAN DARI USAHA JASA KONSTRUKSI.

Pasal I
Ketentuan Pasal 10 PERATURAN PEMERINTAH nomor 51 TAHUN 2008 tentang Pajak Penghasilan atas Penghasilan dari Usaha Jasa Konstruksi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 109, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4881) diubah dan di antara Pasal 10 dan Pasal 11 disisipkan 3 (tiga) pasal baru yakni Pasal 10A, Pasal 10B, dan Pasal 10C yang berbunyi sebagai berikut:
Pasal 10
Terhadap kontrak yang ditandatangani sebelum tanggal 1 Agustus 2008, untuk pembayaran kontrak atau bagian dari kontrak yang dilakukan sampai dengan tanggal 31 Desember 2008, pengenaan Pajak Penghasilan adalah sebagai berikut:
a.         atas penghasilan yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak dalam negeri dan bentuk usaha tetap dari usaha di bidang jasa konstruksi ditentukan sebagai berikut:
                        1)         dikenakan Pajak Penghasilan berdasarkan ketentuan umum Undang-Undang nomor 7 TAHUN 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang nomor 17 TAHUN 2000 tentang Perubahan Ketiga atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan;
                        2)         dikenakan Pajak Penghasilan yang bersifat final bagi Wajib Pajak yang memenuhi kualifikasi sebagai usaha kecil berdasarkan sertifikat yang dikeluarkan oleh lembaga yang berwenang, serta yang mempunyai nilai pengadaan sampai dengan Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
            b.         atas penghasilan yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak sebagaimana dimaksud dalam huruf a angka 1) ditentukan sebagai berikut:
                        1)         dikenakan pemotongan pajak berdasarkan ketentuan Pasal 23 Undang-Undang nomor 17 TAHUN 2000 tentang Perubahan Ketiga atas Undang-Undang nomor 7 TAHUN 1983 tentang Pajak Penghasilan oleh pengguna jasa dalam hal pengguna jasa adalah badan Pemerintah, Subjek Pajak badan dalam negeri, bentuk usaha tetap, atau orang pribadi sebagai Wajib Pajak dalam negeri yang ditunjuk oleh Direktur Jenderal Pajak sebagai pemotong Pajak Penghasilan Pasal 23 tersebut pada saat pembayaran uang muka dan termin;
                        2)         dikenakan pajak berdasarkan ketentuan Pasal 25 Undang-Undang nomor 17 TAHUN 2000 tentang Perubahan Ketiga atas Undang-Undang nomor 7 TAHUN 1983 tentang Pajak Penghasilan dalam hal pemberi penghasilan adalah pengguna jasa lainnya selain sebagaimana dimaksud dalam angka 1).
c.         atas penghasilan yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak sebagaimana dimaksud dalam huruf a angka 2) ditentukan sebagai berikut:
                        1)         dikenakan pemotongan pajak yang bersifat final sesuai dengan ketentuan dalam huruf d oleh pengguna jasa, dalam hal pengguna jasa adalah badan Pemerintah, Subjek Pajak badan dalam negeri, bentuk usaha tetap, atau orang pribadi sebagai Wajib Pajak dalam negeri yang ditunjuk oleh Direktur Jenderal Pajak sebagai pemotong Pajak Penghasilan Pasal 23 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2000 tentang Perubahan Ketiga atas Undang-Undang nomor 7 TAHUN 1983 tentang Pajak Penghasilan pada saat pembayaran uang muka dan termin;
                        2)         dikenakan pajak yang bersifat final sesuai ketentuan dalam huruf d, dengan cara menyetor sendiri Pajak Penghasilan yang terutang pada saat menerima pembayaran uang muka dan termin, dalam hal pemberi penghasilan adalah pengguna jasa lainnya selain yang dimaksud dalam angka 1).
            d.         Besarnya Pajak Penghasilan yang terutang dan harus dipotong oleh pengguna jasa atau disetor sendiri oleh Wajib Pajak penyedia jasa yang bersangkutan sebagaimana dimaksud dalam huruf c ditetapkan sebagai berikut:
                        1)         4% (empat persen) dari jumlah bruto, yang diterima Wajib Pajak penyedia jasa perencanaan konstruksi;
                        2)         2% (dua persen) dari jumlah bruto, yang diterima Wajib Pajak penyedia jasa pelaksanaan konstruksi; atau
                        3)         4% (empat persen) dari jumlah bruto, yang diterima Wajib Pajak penyedia jasa pengawasan konstruksi.

Pasal 10A
Terhadap kontrak yang ditandatangani sebelum tanggal 1 Agustus 2008, untuk pembayaran kontrak atau bagian dari kontrak dilakukan setelah tanggal 31 Desember 2008 berlaku ketentuan sebagai berikut:
a.         dalam hal berita acara serah terima penyelesaian pekerjaan ditandatangani oleh Penyedia Jasa dan Pengguna Jasa sampai dengan tanggal 31 Desember 2008, pengenaan Pajak Penghasilan dilakukan berdasarkan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10;
b.         dalam hal berita acara serah terima penyelesaian pekerjaan ditandatangani oleh Penyedia Jasa dan Pengguna Jasa sejak tanggal 1 Januari 2009 atau penyelesaian pekerjaan tidak menggunakan berita acara serah terima penyelesaian pekerjaan, pengenaan Pajak Penghasilan dilakukan berdasarkan ketentuan Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan atas Penghasilan dari Usaha Jasa Konstruksi.

Pasal 10B
Terhadap kontrak yang ditandatangani sejak tanggal 1 Agustus 2008, pengenaan Pajak Penghasilan dilakukan berdasarkan ketentuan PERATURAN PEMERINTAH nomor 51 TAHUN 2008 tentang Pajak Penghasilan atas Penghasilan dari Usaha Jasa Konstruksi.

Pasal 10C
Kerugian dari usaha Jasa Konstruksi yang masih tersisa sampai dengan Tahun Pajak 2008 hanya dapat dikompensasikan sampai dengan Tahun Pajak 2008.

Pasal II
Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku sejak tanggal 1 Agustus 2008.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Pemerintah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.

Ditetapkan di    :           Jakarta
pada tanggal     :           4 Juni 2009

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
            ttd
DR. H. SUSILO BAMBANG YUDHOYONO

Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 4 Juni 2009

MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
REPUBLIK INDONESIA,
            ttd
ANDI MATTALATTA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2009 NOMOR 83



PENJELASAN
ATAS
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 40 TAHUN 2009

TENTANG
PERUBAHAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 51 TAHUN 2008
TENTANG PAJAK PENGHASILAN ATAS PENGHASILAN
DARI USAHA JASA KONSTRUKSI

I.          UMUM
            PERATURAN PEMERINTAH nomor 51 TAHUN 2008 tentang Pajak Penghasilan atas Penghasilan dari Usaha Jasa Konstruksi telah mengatur mengenai pengenaan besaran Pajak Penghasilan dari usaha jasa konstruksi. Agar pelaksanaan pengenaan Pajak Penghasilan dari usaha jasa konstruksi tersebut dapat menjaga iklim usaha sektor jasa konstruksi tetap kondusif dengan meningkatnya harga bahan material, maka perlu melakukan penyesuaian terhadap ketentuan sebagaimana diatur dalam PERATURAN PEMERINTAH nomor 51 TAHUN 2008 tentang Pajak Penghasilan atas Penghasilan dari Usaha Jasa Konstruksi.
II.          PASAL DEMI PASAL
            Pasal I
                        Pasal 10
                                    Huruf a
                                    Cukup jelas.
                                    Huruf b
                                                Dalam ketentuan ini masih diberlakukan ketentuan Undang-Undang nomor 17 TAHUN 2000 tentang Perubahan Ketiga atas Undang-Undang nomor 7 TAHUN 1983 tentang Pajak Penghasilan, mengingat pemberlakukan Peraturan Pemerintah ini terhitung sejak tanggal 1 Agustus 2008, sedangkan perubahan Pasal 23 dan Pasal 25 yang diatur dalam UNDANG-UNDANG nomor 36 TAHUN 2008 tentang Perubahan Keempat Atas Undang-Undang nomor 7 TAHUN 1983 tentang Pajak Penghasilan, baru berlaku pada tanggal 1 Januari 2009. Dengan demikian, pada tanggal 1 Agustus 2008 sampai dengan tanggal 31 Desember 2008 masih berlaku ketentuan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2000.
                                    Huruf c
                                                Lihat penjelasan huruf b.
                                    Huruf d
                                                Lihat penjelasan huruf b.

                        Pasal 10A
                                    Lihat Penjelasan Pasal 10 huruf b Contoh pengenaan Pajak Penghasilan, untuk kontrak yang ditandatangani tanggal 1 Januari 2008 untuk pekerjaan senilai Rp2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah):
                                    -           Apabila berita acara serah terima penyelesaian pekerjaan tahap I ditandatangani tanggal 15 Mei 2008 dan pembayaran kontrak sebesar Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) tanggal 20 Juni 2008, maka pengenaan Pajak Penghasilan dilakukan berdasarkan ketentuan Pasal 10;
                                    -           Apabila berita acara serah terima penyelesaian pekerjaan tahap II ditandatangani tanggal 15 Nopember 2008 dan pembayaran kontrak sebesar Rp700.000.000,00 (tujuh ratus juta rupiah) tanggal 10 Januari 2009, maka pengenaan Pajak Penghasilan dilakukan berdasarkan ketentuan Pasal 10;
                                    -           Apabila berita acara serah terima penyelesaian pekerjaan tahap III ditandatangani tanggal 15 April 2009 dan pembayaran kontrak sebesar Rp 800.000.000,00 (delapan ratus juta rupiah) tanggal 20 Mei 2009, maka pengenaan Pajak Penghasilan dilakukan berdasarkan ketentuan Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan atas Penghasilan dari Usaha Jasa Konstruksi.
                                    -           Berita acara serah terima penyerahan pekerjaan tersebut merupakan dokumen yang ditandatangani oleh Penyedia Jasa dan Pengguna Jasa yang memuat tingkat persentase penyelesaian pekerjaan yang sudah dicapai oleh Penyedia Jasa serta nilai penyelesaian pekerjaan.

                        Pasal 10B
                                    Cukup jelas.

                        Pasal 10C
                                    Cukup jelas.

            Pasal II
                        Cukup jelas.

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5014






PERATURAN PEMERINTAH
NOMOR 51 TAHUN 2008 TANGGAL 20 JULI 2008
TENTANG
PAJAK PENGHASILAN ATAS PENGHASILAN DARI USAHA JASA KONSTRUKSI




DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang       :
a.         bahwa dalam rangka menyederhanakan pengenaan Pajak Penghasilan atas penghasilan dari usaha jasa konstruksi dan memberikan kemudahan serta mengurangi beban administrasi bagi Wajib Pajak, perlu mengatur kembali Pajak Penghasilan atas penghasilan dari usaha jasa konstruksi;
b.         bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan dalam rangka melaksanakan ketentuan Pasal 4 ayat (2) Undang-Undang Nomor 7 TAHUN 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 17 TAHUN 2000 tentang Perubahan Ketiga Atas Undang-Undang Nomor 7 TAHUN 1983 tentang Pajak Penghasilan, perlu menetapkan Peraturan Pemerintah tentang Pajak Penghasilan atas Penghasilan dari Usaha Jasa Konstruksi;

Mengingat         :
1.         Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
2.         Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 50, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3263) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2000 tentang Perubahan Ketiga Atas Undang-Undang Nomor 7 TAHUN 1983 tentang Pajak Penghasilan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 127, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3985);

MEMUTUSKAN:
Menetapkan      :
PERATURAN PEMERINTAH TENTANG PAJAK PENGHASILAN ATAS PENGHASILAN DARI USAHA JASA KONSTRUKSI.

Pasal 1
Dalam Peraturan Pemerintah ini, yang dimaksud dengan:
1.         Undang-Undang Pajak Penghasilan yang selanjutnya disebut Undang-Undang PPh adalah Undang-Undang Nomor 7 TAHUN 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 17 TAHUN 2000 tentang Perubahan Ketiga Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan.
2.         Jasa Konstruksi adalah layanan jasa konsultansi perencanaan pekerjaan konstruksi, layanan jasa pelaksanaan pekerjaan konstruksi, dan layanan jasa konsultansi pengawasan pekerjaan konstruksi.
3.         Pekerjaan Konstruksi adalah keseluruhan atau sebagian rangkaian kegiatan perencanaan dan/atau pelaksanaan beserta pengawasan yang mencakup pekerjaan arsitektural, sipil, mekanikal, elektrikal, dan tata lingkungan masing-masing beserta kelengkapannya untuk mewujudkan suatu bangunan atau bentuk fisik lain.
4.         Perencanaan Konstruksi adalah pemberian jasa oleh orang pribadi atau badan yang dinyatakan ahli yang profesional di bidang perencanaan jasa konstruksi yang mampu mewujudkan pekerjaan dalam bentuk dokumen perencanaan bangunan fisik lain.
5.         Pelaksanaan Konstruksi adalah pemberian jasa oleh orang pribadi atau badan yang dinyatakan ahli yang profesional di bidang pelaksanaan jasa konstruksi yang mampu menyelenggarakan kegiatannya untuk mewujudkan suatu hasil perencanaan menjadi bentuk bangunan atau bentuk fisik lain, termasuk di dalamnya pekerjaan konstruksi terintegrasi yaitu penggabungan fungsi layanan dalam model penggabungan perencanaan, pengadaan, dan pembangunan (engineering, procurement and construction) serta model penggabungan perencanaan dan pembangunan (design and build).
6.         Pengawasan Konstruksi adalah pemberian jasa oleh orang pribadi atau badan yang dinyatakan ahli yang profesional di bidang pengawasan jasa konstruksi, yang mampu melaksanakan pekerjaan pengawasan sejak awal pelaksanaan pekerjaan konstruksi sampai selesai dan diserahterimakan.
7.         Pengguna Jasa adalah orang pribadi atau badan termasuk bentuk usaha tetap yang memerlukan layanan jasa konstruksi.
8.         Penyedia Jasa adalah orang pribadi atau badan termasuk bentuk usaha tetap, yang kegiatan usahanya menyediakan layanan jasa konstruksi baik sebagai perencana konstruksi, pelaksana konstruksi dan pengawas konstruksi maupun sub-subnya.
9.         Nilai Kontrak Jasa Konstruksi adalah nilai yang tercantum dalam satu kontrak jasa konstruksi secara keseluruhan.

Pasal 2
Atas penghasilan dari usaha Jasa Konstruksi dikenakan Pajak Penghasilan yang bersifat final.

Pasal 3
(1)        Tarif Pajak Penghasilan untuk usaha Jasa Konstruksi adalah sebagai berikut:
            a.         2% (dua persen) untuk Pelaksanaan Konstruksi yang dilakukan oleh Penyedia Jasa yang memiliki kualifikasi usaha kecil;
            b.         4% (empat persen) untuk Pelaksanaan Konstruksi yang dilakukan oleh Penyedia Jasa yang tidak memiliki kualifikasi usaha;
            c.         3% (tiga persen) untuk Pelaksanaan Konstruksi yang dilakukan oleh Penyedia jasa selain Penyedia Jasa sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b;
            d.         4% (empat persen) untuk Perencanaan Konstruksi atau Pengawasan Konstruksi yang dilakukan oleh Penyedia Jasa yang memiliki kualifikasi usaha; dan
            e.         6% (enam persen) untuk Perencanaan Konstruksi atau Pengawasan Konstruksi yang dilakukan oleh Penyedia Jasa yang tidak memiliki kualifikasi usaha.
(2)        Dalam hal Penyedia Jasa adalah bentuk usaha tetap, tarif Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), tidak termasuk Pajak Penghasilan atas sisa laba bentuk usaha tetap setelah pajak Penghasilan yang bersifat final.

Pasal 4
Sisa laba dari bentuk usaha tetap setelah Pajak Penghasilan yang bersifat final sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (2), dikenakan pajak sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat (4) Undang-Undang PPh atau sesuai dengan ketentuan dalam Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda.

Pasal 5
(1)        Pajak Penghasilan yang bersifat final sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2:
            a.         dipotong oleh Pengguna Jasa pada saat pembayaran, dalam hal Pengguna Jasa merupakan pemotong pajak; atau
            b.         disetor sendiri oleh Penyedia Jasa, dalam hal pengguna jasa bukan merupakan pemotong pajak.
(2)        Besarnya Pajak Penghasilan yang dipotong atau disetor sendiri sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah:
            a.         jumlah pembayaran, tidak termasuk pajak Pertambahan Nilai, dikalikan tarif Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1); atau
            b.         jumlah penerimaan pembayaran, tidak termasuk Pajak Pertambahan Nilai, dikalikan tarif Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) dalam hal Pajak Penghasilan disetor sendiri oleh Penyedia Jasa.
(3)        Jumlah pembayaran atau jumlah penerimaan pembayaran sebagaimana dimaksud pada ayat (2) merupakan bagian dari Nilai Kontrak Jasa Konstruksi.

Pasal 6
(1)        Dalam hal terdapat selisih kekurangan Pajak Penghasilan yang terutang berdasarkan Nilai Kontrak Jasa Konstruksi dengan Pajak Penghasilan berdasarkan pembayaran yang telah dipotong atau disetor sendiri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1), selisih kekurangan tersebut disetor sendiri oleh Penyedia Jasa.
(2)        Dalam hal Nilai Kontrak Jasa Konstruksi tidak dibayar sepenuhnya oleh Pengguna Jasa, atas Nilai Kontrak Jasa Konstruksi yang tidak dibayar tersebut tidak terutang Pajak Penghasilan yang bersifat final, dengan syarat Nilai Kontrak Jasa Konstruksi yang tidak dibayar tersebut dicatat sebagai piutang yang tidak dapat ditagih.
(3)        Piutang yang tidak dapat ditagih sebagaimana dimaksud pada ayat (2) merupakan piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) huruf h Undang-Undang PPh.
(4)        Dalam hal piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dapat ditagih kembali, tetap dikenakan Pajak Penghasilan yang bersifat final.

Pasal 7
(1)        Pajak yang dibayar atau terutang di luar negeri atas penghasilan dari luar negeri yang diterima atau diperoleh Penyedia Jasa dapat dikreditkan terhadap pajak yang terutang berdasarkan ketentuan Undang-Undang PPh.
(2)        Penghasilan lain yang diterima atau diperoleh Penyedia Jasa dari luar usaha Jasa Konstruksi dikenakan tarif berdasarkan ketentuan umum Undang-Undang PPh.
(3)        Keuntungan atau kerugian selisih kurs dari kegiatan usaha Jasa Konstruksi termasuk dalam perhitungan Nilai Kontrak Jasa Konstruksi yang dikenakan Pajak Penghasilan yang bersifat final.

Pasal 8
Penyedia Jasa wajib melakukan pencatatan yang terpisah atas biaya yang timbul dari penghasilan yang diterima atau diperoleh dari kegiatan usaha selain usaha Jasa Konstruksi.

Pasal 9
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pemungutan, pemotongan, penyetoran, pelaporan, dan penatausahaan Pajak Penghasilan atas penghasilan dari usaha Jasa Konstruksi diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan.

Pasal 10
(1)        Terhadap kontrak yang ditandatangani sebelum tanggal 1 Januari 2008 diatur:
            a.         untuk pembayaran kontrak atau bagian dari kontrak sampai dengan tanggal 31 Desember 2008, pengenaan Pajak Penghasilan berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 140 TAHUN 2000 tentang Pajak Penghasilan Atas Penghasilan Dari Usaha Jasa Konstruksi;
            b.         untuk pembayaran kontrak atau bagian dari kontrak setelah tanggal 31 Desember 2008, pengenaan Pajak Penghasilan berdasarkan Peraturan Pemerintah ini.
(2)        Kerugian dari usaha Jasa Konstruksi yang masih tersisa sampai dengan Tahun Pajak 2008 hanya dapat dikompensasikan sampai dengan Tahun Pajak 2008.

Pasal 11
Pada saat Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku, Peraturan Pemerintah Nomor 140 TAHUN 2000 tentang Pajak Penghasilan Atas Penghasilan Dari Usaha Jasa Konstruksi, dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.

Pasal 12
Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku sejak tanggal 1 Januari 2008.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Pemerintah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.

Ditetapkan di    :           Jakarta
pada tanggal     :           20 Juli 2008

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
            ttd
DR. H. SUSILO BAMBANG YUDHOYONO

Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 23 Juli 2008

MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
REPUBLIK INDONESIA,
            ttd
ANDI MATTALATTA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2008 NOMOR 109


PENJELASAN
ATAS
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 51 TAHUN 2008
TENTANG
PAJAK PENGHASILAN ATAS PENGHASILAN DARI USAHA JASA KONSTRUKSI

I.          UMUM
            Agar kondisi usaha Jasa Konstruksi dapat berkembang sesuai dengan perkembangan ekonomi, perlu diberikan perlakuan tersendiri terhadap pengenaan pajak atas penghasilan dari usaha Jasa Konstruksi yaitu dengan dikenakan pajak yang besifat final. Perlakuan tersendiri tersebut dimaksudkan untuk memberikan kemudahan dan kesederhanaan dalam menghitung pengenaan Pajak Penghasilan sehingga tidak menambah beban administrasi Wajib Pajak maupun Direktorat Jenderal Pajak, serta untuk lebih memberikan kepastian hukum bagi Wajib Pajak yang bergerak di bidang usaha Jasa Konstruksi dalam memenuhi kewajiban perpajakannya.
            Dalam rangka memberikan perlakuan tersendiri tersebut dan berdasarkan ketentuan Pasal 4 ayat (2) Undang-Undang Nomor 7 TAHUN 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 17 TAHUN 2000 tentang Perubahan Ketiga Atas Undang-Undang Nomor 7 TAHUN 1983 tentang Pajak Penghasilan, yang mengatur bahwa ketentuan mengenai pengenaan pajak atas penghasilan tertentu diatur dengan Peraturan Pemerintah, maka perlu mengatur kembali pengenaan Pajak Penghasilan atas penghasilan dari usaha Jasa Konstruksi dengan Peraturan Pemerintah sebagai pengganti Peraturan Pemerintah Nomor 140 TAHUN 2000 tentang Pajak Penghasilan Atas Penghasilan Dari Usaha Jasa Konstruksi.
            Peraturan Pemerintah ini mengatur mengenai tarif Pajak Penghasilan yang bersifat final atas usaha Jasa Konstruksi dan kewajiban pemotong pajak untuk memotong Pajak Penghasilan atas penghasilan usaha Jasa Konstruksi yang diterima oleh Penyedia Jasa.

II.          PASAL DEMI PASAL
            Pasal 1
                        Cukup jelas.
            Pasal 2
                        Cukup jelas.
            Pasal 3
                        Ayat (1)
                                    Huruf a
                                                Yang dimaksud dengan “kualifikasi usaha” adalah stratifikasi yang ditentukan berdasarkan sertifikasi yang dikeluarkan oleh Lembaga Pengembangan Jasa Konstruksi.
                                    Huruf b
                                                Cukup jelas.
                                    Huruf c
                                                Yang dimaksud dengan “Penyedia Jasa selain Penyedia Jasa sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b” antara lain Penyedia Jasa yang memiliki kualifikasi usaha menengah atau kualifikasi usaha besar.
                                    Huruf d
                                                Cukup jelas.
                        Ayat (2)
                                    Cukup jelas.
Pasal 4
            Cukup jelas.
Pasal 5
            Ayat (1)
                        Huruf a
                                    Yang dimaksud dengan “pemotong pajak” adalah badan Pemerintah, Subjek Pajak badan dalam negeri, bentuk usaha tetap, atau orang pribadi yang ditunjuk oleh Direktur Jenderal Pajak sebagai pemotong Pajak Penghasilan.
                        Huruf b
                                    Yang dimaksud dengan “bukan merupakan pemotong pajak” antara lain badan internasional yang bukan Subjek Pajak dan perwakilan Negara asing.
            Ayat (2)
                        Cukup jelas.
            Ayat (3)
                        Cukup jelas.
Pasal 6
            Cukup jelas.
Pasal 7
            Cukup jelas.
Pasal 8
            Cukup jelas.
Pasal 9
            Cukup jelas.
Pasal 10
            Cukup jelas.
Pasal 11
            Cukup jelas.
Pasal 12
            Cukup jelas.

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4881






PERATURAN MENTERI KEUANGAN
NOMOR 63/PMK.03/2008 TANGGAL 28 APRIL 2008
TENTANG
TATA CARA PEMOTONGAN PAJAK PENGHASILAN ATAS DISKONTO SURAT PERBENDAHARAAN NEGARA



MENTERI KEUANGAN,

Menimbang       :
bahwa dalam rangka melaksanakan ketentuan Pasal 5 PERATURAN PEMERINTAH nomor 27 TAHUN 2008 tentang Pajak Penghasilan atas Diskonto Surat Perbendaharaan Negara, perlu menetapkan Peraturan Menteri Keuangan tentang Tata Cara Pemotongan Pajak Penghasilan atas Diskonto Surat Perbendaharaan Negara;

Mengingat         :
1.         Undang-Undang nomor 7 TAHUN 1983 tentang Pajak Penghasilan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 50, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3263) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang nomor 17 TAHUN 2000 tentang Perubahan Ketiga Atas Undang-Undang nomor 7 TAHUN 1983 tentang pajak penghasilan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 127, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3985);
2.         PERATURAN PEMERINTAH nomor 27 TAHUN 2008 tentang Pajak Penghasilan Atas Diskonto Surat Perbendaharaan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 52, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4837);
3.         Keputusan Presiden Nomor 20/P Tahun 2005;

MEMUTUSKAN:
Menetapkan      :
PERATURAN MENTERI KEUANGAN TENTANG TATA CARA PEMOTONGAN PAJAK PENGHASILAN ATAS DISKONTO SURAT PERBENDAHARAAN NEGARA.

Pasal 1
(1)        Atas penghasilan yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak berupa Diskonto SPN, dikenakan pemotongan Pajak Penghasilan yang bersifat final.
(2)        SPN sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah Surat Perbendaharaan Negara yang merupakan Surat Utang Negara yang berjangka waktu paling lama 12 (dua belas) bulan dengan pembayaran bunga secara diskonto.

Pasal 2
(1)        Besarnya Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 adalah:
            a.         20% (dua puluh persen), bagi Wajib Pajak dalam negeri dan Bentuk Usaha Tetap (BUT); dan
            b.         20% (dua puluh persen) atau tarif sesuai ketentuan Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda (P3B) yang berlaku, bagi Wajib Pajak penduduk/berkedudukan di luar negeri, dari Diskonto SPN.
(2)        Tata cara penghitungan dan pemotongan besarnya Pajak Penghasilan dari diskonto SPN sesuai dengan contoh sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran Peraturan Menteri Keuangan ini.

Pasal 3
(1)        Pemotongan Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 dilakukan oleh:
            a.         Penerbit SPN (emiten) atau kustodian yang ditunjuk selaku agen pembayar, atas Diskonto yang diterima pemegang SPN saat jatuh tempo;
            b.         Perusahaan efek (broker) atau bank selaku pedagang perantara (dealer), atas Diskonto yang diterima atau diperoleh penjual SPN pada saat transaksi di Pasar Sekunder;
            c.         Perusahaan efek (broker), bank, dana pensiun, dan reksadana selaku pembeli SPN tanpa melalui pedagang perantara, atas Diskonto yang diterima atau diperoleh penjual SPN pada saat transaksi di Pasar Sekunder.
(2)        Pemotongan Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan pada tanggal transaksi saat penjualan SPN di Pasar Sekunder atau pada tanggal saat jatuh tempo SPN.

Pasal 4
Pemotongan pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 tidak dilakukan atas Diskonto SPN yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak:
a.         Bank yang didirikan di Indonesia atau cabang bank luar negeri di Indonesia;
b.         Dana Pensiun yang pendirian/pembentukannya telah disahkan oleh Menteri Keuangan;
c.         Reksadana yang terdaftar pada Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan, selama 5 (lima) tahun pertama sejak pendirian perusahaan atau pemberian izin usaha.

Pasal 5
(1)        Penjual SPN berkewajiban memberitahukan kepada pemotong pajak mengenai harga perolehan SPN yang sebenarnya, untuk keperluan penghitungan Diskonto yang menjadi dasar pemotongan Pajak Penghasilan.
(2)        Apabila penjual SPN tidak memberitahukan data/informasi yang sebenarnya kepada pemotong pajak, maka atas penghasilan berupa Diskonto SPN yang tidak atau kurang diberitahukan, dikenakan Pajak Penghasilan sebagaimana mestinya dalam tahun diketahuinya ketidakbenaran dimaksud ditambah dengan sanksi administrasi berupa bunga.

Pasal 6
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penyetoran, pelaporan, dan ketentuan/prosedur administratif diatur dengan Peraturan Direktur Jenderal Pajak.

Pasal 7
Pada saat Peraturan Menteri Keuangan ini mulai berlaku, Peraturan Menteri Keuangan Nomor 46/PMK.03/2007 tentang Tata Cara Pemungutan Pajak Penghasilan Atas Diskonto Surat Perbendaharaan Negara, dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.

Pasal 8
Peraturan Menteri Keuangan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan dan mempunyai daya laku surut terhitung sejak tanggal 4 April 2008.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Peraturan Menteri Keuangan ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.

Ditetapkan di    :           Jakarta
pada tanggal     :           28 April 2008

MENTERI KEUANGAN
            ttd
SRI MULYANI INDRAWATI


                                                                                                                                    LAMPIRAN
                                                                        PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 63/PMK.03/2008 TENTANG TATA CARA PEMOTONGAN PAJAK PENGHASILAN ATAS DISKONTO SURAT PERBENDAHARAAN NEGARA

MENTERI KEUANGAN
REPUBLIK INDONESIA

Contoh penghitungan dan pemotongan PPh atas diskonto SPN:
-----------------------------------------------------------------------------

1.         Pada tanggal 1 Mei 2008, Pemerintah A (emiten) menerbitkan Surat Perbendaharaan Negara sebagai berikut:
            -           Nilai nominal Rp 100.000.000,00.
            -           Jangka waktu SPN 12 bulan (jatuh tempo tanggal 1 Mei 2009).
            -           PT D (investor) pada saat penerbitan perdana membeli SPN dengan harga Rp 94.000.000,00.
            -           PT D tetap memegang SPN tersebut hingga saat jatuh tempo.
            Perhitungan diskonto dan PPh final yang terutang oleh PT D pada saat jatuh tempo SPN adalah sebagai berikut:
            -           Diskonto = Rp 100.000.000,00 - Rp 94.000.000,00 = Rp 6.000.000,00
            -           PPh Final = 20% x Rp 6.000.000,00 = Rp 1.200.000,00
                        dipotong oleh emiten atau kustodian yang ditunjuk selaku agen pembayaran.
2.         Pada contoh no. 1, PT D tidak memegang SPN tersebut sampai saat jatuh tempo melainkan menjual seluruh SPN tersebut kepada PT M pada tanggal 1 Juli 2008 (di pasar sekunder) melalui perusahaan efek PT X Sekuritas dengan harga jual Rp 95.000.000,00
            Perhitungan diskonto dan PPh final yang terutang oleh PT D pada saat penjualan SPN tanggal 1 Juli 2008 adalah sebagai berikut:
            -           Diskonto = Rp 95.000.000,00 - Rp 94.000.000,00 = Rp 1.000.000,00
            -           PPh Final = 20% x Rp 1.000.000,00 = Rp 200.000,00
                        dipotong oleh PT X Sekuritas selaku pedagang perantara.
3.         Pada tanggal 1 Agustus 2008, PT M menjual seluruh Surat Perbendaharaan Negara yang dimilikinya Kepada Dana Pensiun ABC (telah mendapat persetujuan Menteri Keuangan) langsung tanpa melalui pedagang perantara dengan harga jual Rp 97.000.000,00
            Perhitungan diskonto dan PPh final yang terutang oleh PT M pada saat penjualan SPN tanggal 1 Agustus 2008 adalah sebagai berikut:
            -           Diskonto = Rp 97.000.000,00 - Rp 95.000.000,00 = Rp 2.000.000,00
            -           PPh Final = 20% x Rp 2.000.000,00 = Rp 400.000,00
                        dipotong oleh Dana Pensiun selaku pembeli SPN.
            Keterangan:
            Meskipun penjualan SPN tidak dilakukan melalui pedagang perantara, dana pensiun sebagai pembeli wajib melakukan pemotongan pajak. Ketentuan yang sama juga berlaku dalam hal pembelian langsung dilakukan oleh perusahaan efek, bank, dan reksadana selaku investor.
4.         Pada tanggal 1 Desember 2008, Dana Pensiun ABC menjual seluruh Surat Perbendaharaan Negara yang dimilikinya kepada PT Y dengan harga jual Rp 98.000.000,00
            Perhitungan diskonto yang diterima oleh Dana pensiun ABC pada saat penjualan SPN tanggal 1 Desember 2008 adalah sebagai berikut:
            -           Diskonto = Rp 98.000.000,00 - Rp 97.000.000,00 = Rp 1.000.000,00
            -           Diskonto = Rp 98.000.000,00 - Rp 97.000.000,00 = Rp 1.000.000,00
            -           Dalam hal ini, tidak ada Pajak Penghasilan yang terutang atas Diskonto SPN yang diterima karena Dana Pensiun ABC merupakan Wajib Pajak yang dikecualikan dari pemotongan PPh Final atas Diskonto SPN.
5.         Pada tanggal 1 Mei 2009, PT Y menerima pelunasan seluruh SPN yang dimilikinya dari Pemerintah A (emiten) dengan nilai pelunasan sebesar nilai nominal Rp 100.000.000,00
            Perhitungan diskonto dan PPh final yang terutang oleh PT Y pada saat jatuh tempo SPN tanggal 1 Mei 2009 adalah sebagai berikut:
            -           Diskonto = Rp 100.000.000,00 - Rp 98.000.000,00 = Rp 2.000.000,00
            -           PPh Final = 20% x Rp 2.000.000,00 = Rp 400.000,00
                        dipotong oleh kustodian yang ditunjuk selaku agen pembayaran.

                                                                                                MENTERI KEUANGAN
                                                                                                            ttd
                                                                                                SRI MULYANI INDRAWATI

Salinan sesuai dengan aslinya.
Kepala Biro Umum
            u.b.
Kepala Bagian T.U. Departemen
            ttd
Antonius Suharto
NIP 060041107






PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 71 TAHUN 2008 TANGGAL 4 NOPEMBER 2008
TENTANG
PERUBAHAN KETIGA ATAS Peraturan Pemerintah Nomor 48 TAHUN 1994 TENTANG PEMBAYARAN PAJAK PENGHASILAN ATAS PENGHASILAN DARI PENGALIHAN HAK ATAS TANAH DAN/ATAU BANGUNAN




DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang       :
a.         bahwa dalam rangka lebih memberikan kemudahan dan kesederhanaan dalam menghitung Pajak Penghasilan atas penghasilan dari pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan, serta mendukung program pengadaan Rumah Sederhana dan Rumah Susun Sederhana, perlu mengatur kembali ketentuan mengenai pembayaran Pajak Penghasilan atas penghasilan dari pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan sebagaimana telah diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 48 TAHUN 1994 tentang Pembayaran Pajak Penghasilan atas Penghasilan dari Pengalihan Hak atas Tanah dan/atau Bangunan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Pemerintah Nomor 79 TAHUN 1999 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Pemerintah Nomor 48 TAHUN 1994 tentang Pembayaran Pajak Penghasilan atas Penghasilan dari Pengalihan Hak atas Tanah dan/atau Bangunan;
b.         bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, perlu menetapkan Peraturan Pemerintah tentang Perubahan Ketiga atas Peraturan Pemerintah Nomor 48 Tahun 1994 tentang Pembayaran Pajak Penghasilan atas Penghasilan dari Pengalihan Hak atas Tanah dan/atau Bangunan;

Mengingat         :
1.         Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
2.         Undang-Undang Nomor 7 TAHUN 1983 tentang Pajak Penghasilan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 50, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3263) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Perubahan Keempat atas Undang-Undang Nomor 7 TAHUN 1983 tentang Pajak Penghasilan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 133, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4893);
3.         Peraturan Pemerintah Nomor 48 Tahun 1994 tentang Pembayaran Pajak Penghasilan atas Penghasilan dari Pengalihan Hak atas Tanah dan/atau Bangunan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1994 Nomor 77, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3580) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Pemerintah Nomor 79 TAHUN 1999 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Pemerintah Nomor 48 TAHUN 1994 tentang Pembayaran Pajak Penghasilan atas Penghasilan dari Pengalihan Hak atas Tanah dan/atau Bangunan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 170, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3891);

MEMUTUSKAN:
Menetapkan      :
PERATURAN PEMERINTAH TENTANG PERUBAHAN KETIGA ATAS PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 48 TAHUN 1994 TENTANG PEMBAYARAN PAJAK PENGHASILAN ATAS PENGHASILAN DARI PENGALIHAN HAK ATAS TANAH DAN/ATAU BANGUNAN.

Pasal I
Beberapa ketentuan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 48 TAHUN 1994 tentang Pembayaran Pajak Penghasilan atas Penghasilan dari Pengalihan Hak atas Tanah dan/atau Bangunan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1994 Nomor 77, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3580) sebagaimana telah beberapa kali diubah dengan Peraturan Pemerintah:
a.         Nomor 27 Tahun 1996 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 48 TAHUN 1994 tentang Pembayaran Pajak Penghasilan atas Penghasilan dari Pengalihan Hak atas Tanah dan/atau Bangunan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1996 Nomor 44, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3634);
b.         Nomor 79 Tahun 1999 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Pemerintah Nomor 48 TAHUN 1994 tentang Pembayaran Pajak Penghasilan atas Penghasilan dari Pengalihan Hak atas Tanah dan/atau Bangunan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 170, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3891);
diubah sebagai berikut:
1.         Ketentuan Pasal 4 ayat (1) diubah, dan ditambah 2 (dua) ayat yakni ayat (5) dan ayat (6), sehingga Pasal 4 berbunyi sebagai berikut:
Pasal 4
(1)        Besarnya Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) dan Pasal 3 ayat (1) adalah sebesar 5% (lima persen) dari jumlah bruto nilai pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan, kecuali atas pengalihan hak atas Rumah Sederhana dan Rumah Susun Sederhana yang dilakukan oleh Wajib Pajak yang usaha pokoknya melakukan pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan dikenai Pajak Penghasilan sebesar 1% (satu persen) dari jumlah bruto nilai pengalihan.
(2)        Nilai pengalihan hak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah nilai yang tertinggi antara nilai berdasarkan Akta Pengalihan Hak dengan Nilai Jual Objek Pajak tanah dan/atau bangunan yang bersangkutan sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 12 TAHUN 1985 tentang Pajak Bumi dan Bangunan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 12 TAHUN 1994 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 12 TAHUN 1985 tentang Pajak Bumi dan Bangunan, kecuali:
a.         dalam hal pengalihan hak kepada Pemerintah adalah nilai berdasarkan keputusan pejabat yang bersangkutan;
b.         dalam hal pengalihan hak sesuai dengan peraturan lelang (Staatsblad Tahun 1908 Nomor 189 dengan segala perubahannya adalah nilai menurut risalah lelang tersebut.
(3)        Nilai Jual Objek Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (2) adalah Nilai Jual Objek Pajak menurut Surat Pemberitahuan Pajak Terutang Pajak Bumi dan Bangunan tahun yang bersangkutan atau dalam hal Surat Pemberitahuan Pajak Terutang dimaksud belum terbit, adalah Nilai Jual Objek Pajak menurut Surat Pemberitahuan Pajak Terutang tahun pajak sebelumnya.
(4)        Apabila tanah dan/atau bangunan tersebut belum terdaftar pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama, maka Nilai Jual Objek Pajak yang dipakai adalah Nilai Jual Objek Pajak menurut surat keterangan yang diterbitkan Kepala Kantor yang wilayah kerjanya meliputi lokasi tanah dan/atau bangunan yang bersangkutan berada.
            (5)        Rumah Sederhana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas Rumah Sederhana Sehat dan Rumah Inti Tumbuh, yang mendapat fasilitas dibebaskan dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(6)        Rumah Susun Sederhana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah bangunan bertingkat yang dibangun dalam suatu lingkungan yang dipergunakan sebagai tempat hunian yang dilengkapi dengan KM/WC dan dapur baik bersatu dengan unit hunian maupun terpisah dengan penggunaan komunal termasuk Rumah Susun Sederhana Milik, yang mendapat fasilitas dibebaskan dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
2.         Ketentuan Pasal 5 diubah, sehingga Pasal 5 berbunyi sebagai berikut:
Pasal 5
Dikecualikan dan kewajiban pembayaran atau pemungutan Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) dan Pasal 3 ayat (1) adalah:
a.         orang pribadi yang mempunyai penghasilan di bawah Penghasilan Tidak Kena Pajak yang melakukan pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan dengan jumlah bruto pengalihannya kurang dari Rp60.000.000,00 (enam puluh juta rupiah) dan bukan merupakan jumlah yang dipecah-pecah;
b.         orang pribadi atau badan yang menerima atau memperoleh penghasilan dari pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan kepada Pemerintah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 ayat (2) huruf c;
c.         orang pribadi yang melakukan pengalihan tanah dan/atau bangunan dengan cara hibah kepada keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajat, badan keagamaan, badan pendidikan, badan sosial termasuk yayasan, koperasi atau orang pribadi yang menjalankan usaha mikro dan kecil, yang ketentuannya diatur lebih lanjut dengan Peraturan Menteri Keuangan, sepanjang hibah tersebut tidak ada hubungan dengan usaha, pekerjaan, kepemilikan, atau penguasaan antara pihak-pihak yang bersangkutan;
d.         badan yang melakukan pengalihan tanah dan/atau bangunan dengan cara hibah kepada badan keagamaan, badan pendidikan, badan sosial termasuk yayasan, koperasi atau orang pribadi yang menjalankan usaha mikro dan kecil, yang ketentuannya diatur lebih lanjut dengan Peraturan Menteri Keuangan, sepanjang hibah tersebut tidak ada hubungan dengan usaha, pekerjaan, kepemilikan, atau penguasaan antara pihak-pihak yang bersangkutan; atau
            e.         pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan karena warisan.
3.         Pasal 6 clihapus.
4.         Ketentuan Pasal 8 ayat (1) diubah dan ayat (2) dihapus, sehingga Pasal 8 berbunyi sebagai berikut:
Pasal 8
(1)        Bagi Wajib Pajak yang melakukan transaksi pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan, pembayaran Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) bersifat final.
            (2)        Dihapus.

Pasal II
1.         Pada saat berlakunya Peraturan Pemerintah ini, terhadap Wajib Pajak badan, termasuk koperasi, yang usaha pokoknya melakukan transaksi pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan, apabila:
a.         melakukan pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan sebelum tanggal 1 Januari 2009 dan atas pengalihan hak tersebut belum dibuatkan akta, keputusan, perjanjian, kesepakatan, atau risalah lelang oleh pejabat yang berwenang; dan
b.         penghasilan atas pengalihan hak sebagaimana dimaksud pada huruf a telah dilaporkan dalam Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan tahun pajak yang bersangkutan dan Pajak Penghasilan atas penghasilan tersebut telah dilunasi,
pengenaan pajaknya dihitung berdasarkan ketentuan Peraturan Pemerintah Nomor 48 TAHUN 1994 tentang Pembayaran Pajak Penghasilan atas Penghasilan dari Pengalihan Hak atas Tanah dan/atau Bangunan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 1999 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Pemerintah Nomor 48 TAHUN 1994 tentang Pembayaran Pajak Penghasilan atas Penghasilan dari Pengalihan Hak atas Tanah dan/atau Bangunan.
(2)        Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada tanggal 1 Januari 2009.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Pemerintah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.

Ditetapkan di    :           Jakarta
pada tanggal     :           4 November 2008

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
            ttd
DR. H. SUSILO BAMBANG YUDHOYONO

Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 4 November 2008

MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI
MANUSIA REPUBLIK INDONESIA,
            ttd
ANDI MATTALATTA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2008 NOMOR 164


PENJELASAN
ATAS
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 71 TAHUN 2008
TENTANG
PERUBAHAN KETIGA ATAS PERATURAN PEMERINTAH NOMOR
48 TAHUN 1994 TENTANG PEMBAYARAN PAJAK PENGHASILAN
ATAS PENGHASILAN DARI PENGALIHAN HAK
ATAS TANAH DAN/ATAU BANGUNAN

I.          UMUM
Cara pembayaran Pajak Penghasilan atas penghasilan dari pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan yang dikaitkan dengan saat penandatanganan akta, keputusan, perjanjian, kesepakatan pengalihan hak oleh notaris atau pejabat yang berwenang, atau mengaitkan dengan pembayaran yang dilakukan oleh bendaharawan atau pejabat pemerintah yang melakukan pembayaran ternyata telah meningkatkan kepatuhan bagi orang pribadi atau badan yang melakukan transaksi pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan dalam memenuhi kewajiban perpajakannya.
Untuk lebih memberikan kemudahan dan kesederhanaan dalam menghitung Pajak Penghasilan atas penghasilan dari pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan, dipandang perlu mengubah ketentuan pengenaan Pajak Penghasilan atas penghasilan dari pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 48 Tahun 1994 sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 1999, yang semula bersifat tidak final menjadi bersifat final bagi Wajib Pajak badan yang usaha pokoknya melakukan transaksi pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan serta dalam rangka mendukung program pengadaan Rumah Sederhana dan Rumah Susun Sederhana perlu diberikan tarif yang lebih rendah untuk pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan berupa Rumah Sederhana dan Rumah Susun Sederhana.
II.          PASAL DEMI PASAL
            Pasal I
                        Angka 1
                                    Pasal 4
                                                Ayat (1)
Besarnya Pajak Penghasilan yang wajib dibayar sendiri oleh orang pribadi dan badan atau yang dipotong atau dipungut oleh bendaharawan atau pejabat yang berwenang sehubungan dengan pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan adalah sebesar 5% (lima persen) dari jumlah bruto nilai pengalihan tersebut.
Bagi Wajib Pajak yang usaha pokoknya melakukan pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan, besarnya Pajak Penghasilan yang wajib dibayar sendiri adalah 1% (satu persen) untuk pengalihan Rumah Sederhana dan Rumah Susun Sederhana, dan sebesar 5% (lima persen) untuk pengalihan lainnya.
                                                Ayat (2)
Besarnya nilai pengalihan sebagai dasar perhitungan besarnya Pajak Penghasilan yang wajib dibayar sendiri oleh orang pribadi atau badan, atau dipungut oleh bendaharawan atau pejabat yang berwenang, adalah nilai yang tertinggi antara nilai menurut akta dengan nilai menurut Nilai Jual Objek Pajak untuk penghitungan Pajak Bumi dan Bangunan atas tanah dan/atau bangunan yang bersangkutan dalam tahun pajak terjadinya pengalihan. Ketentuan ini dimaksudkan untuk memperoleh nilai yang paling mendekati nilai yang sebenarnya.
Dalam hal pengalihan kepada Pemerintah, maka besarnya nilai pengalihan adalah berdasarkan nilai yang ditetapkan oleh Pemerintah.
                                                Ayat (3)
                                                            Cukup jelas.
                                                Ayat (4)
Apabila tanah dan/atau bangunan tersebut belum terdaftar, maka untuk memperoleh besarnya Nilai Jual Objek Pajak, orang pribadi atau badan yang melakukan pengalihan wajib meminta surat keterangan mengenai besarnya Nilai Jual Objek Pajak atas tanah dan/atau bangunan untuk tahun pajak yang bersangkutan kepada Kantor Pelayanan Pajak Pratama yang wilayah kerjanya meliputi lokasi tanah dan/atau bangunan tersebut berada.
                                                Ayat (5)
                                                            Cukup jelas.
                                                Ayat (6)
                                                            Cukup jelas.
                        Angka 2
                                    Pasal 5
Pada dasarnya semua pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan dikenai Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1), namun untuk keadilan diberikan pengecualian dari pembayaran atau pemungutan Pajak Penghasilan.
                                                Huruf a
                                                            Cukup jelas.
                                                Huruf b
Orang pribadi atau badan yang menerima atau memperoleh penghasilan dari pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan kepada Pemerintah dengan pembayaran ganti rugi yang akan digunakan untuk kepentingan umum yang memerlukan persyaratan khusus, yaitu jalan umum, saluran pembuangan air, waduk, bendungan, saluran irigasi, pelabuhan laut, bandar udara dan fasilitas keselamatan umum seperti tanggul penanggulangan bahaya banjir, lahar dan bencana lainnya, serta fasilitas Tentara Nasional Indonesia/Kepolisian Negara Republik Indonesia.
Lokasi pembangunan sarana kepentingan umum tersebut memerlukan persyaratan khusus misalnya untuk pelabuhan laut diperlukan tanah tertentu untuk memenuhi persyaratan sebagai pelabuhan seperti kedalaman laut, arus laut, pendangkalan dan lain sebagainya.
                                                Huruf c
Apabila orang pribadi melakukan pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan dengan cara hibah kepada keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajat, dan kepada badan keagamaan, badan pendidikan, badan sosial termasuk yayasan, koperasi atau orang pribadi yang menjalankan usaha mikro dan kecil, yang ketentuannya diatur lebih lanjut dengan Peraturan Menteri Keuangan, sepanjang tidak ada hubungan dengan usaha, pekerjaan, kepemilikan, atau penguasaan antara pihak-pihak yang bersangkutan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf d angka 4 Undang-Undang Nomor 7 TAHUN 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008, maka keuntungan karena pengalihan tersebut bukan merupakan Objek Pajak dan tidak terutang Pajak Penghasilan. Termasuk dalam pengertian hibah adalah wakaf.
                                                Huruf d
Apabila badan melakukan pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan dengan cara hibah kepada badan keagamaan, badan pendidikan, badan sosial termasuk yayasan, koperasi atau orang pribadi yang menjalankan usaha mikro dan kecil, yang ketentuannya diatur lebih lanjut dengan Peraturan Menteri Keuangan, sepanjang tidak ada hubungan dengan usaha, pekerjaan, kepemilikan, atau penguasaan antara pihak-pihak yang bersangkutan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf d angka 4 Undang-Undang Nomor 7 TAHUN 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008, maka keuntungan karena pengalihan tersebut bukan merupakan Objek Pajak dan tidak terutang Pajak Penghasilan. Termasuk dalam pengertian hibah adalah wakaf.
                                                Huruf e
Pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan karena warisan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (3) huruf b Undang-Undang Nomor 7 TAHUN 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008, bukan merupakan Objek Pajak.
                        Angka 3
                                    Pasal 6
                                                Cukup jelas.
                        Angka 4
                                    Pasal 8
                                                Ayat (1)
Pembayaran Pajak Penghasilan atas penghasilan dari pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan bersifat final bagi Wajib Pajak orang pribadi maupun Wajib Pajak badan tanpa melihat jenis usaha atau kegiatan yang dilakukan.
                                                Ayat (2)
                                                            Cukup jelas.
            Pasal II
                        Cukup jelas.

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4914













Tidak ada komentar:

Posting Komentar